PANTAS
'Muliakanlah manusia, kau tidak akan pernah menjadi hina karenanya'.
'Hinakanlah manusia, kaupun tidak akan menjadi mulia karenanya'.
'Hidup semestinya saling menghargai, sehingga kehormatan akan senantiasa menaungi setiap senyum'.
"Cah, ini otak lagi kenapa lagi? Pake berlagak nulis-nulis yang kaya gituan".
"Sudahlah, nulis yang kaya gituan sih jatahnya orang-orang bijak, cerdik pandai, para motivator. Lu sih ngga pantes lah nulis-nulis yang kaya gituan. Nulis yang kaya biasa aja. Ngerti apa si lu tentang kemuliaan? Ngerti apa lu tentang kehormatan? Motivasi apa lagi, punya sendiri aja harus lu genjot habis-habisan".
'Tapi bro, boleh dong gua nulis kaya gitu, sekedar buat ngingetin diri sendiri. Toh bukan hal yang salah, bukan hal yang ngga sopan yang gua tulis itu'.
"Kalo cuma buat ngingetin diri sendiri sih, lu telen sendiri aja itu tulisan. Ngga usah lu ceplokin di dinding media umum".
"Bukan hal yang ngga sopan lu bilang? Justru lu jadi sangat ngga sopan karena nulis yang kaya gituan".
'Lho memangnya kenapa?'.
"Karena itu bukan bagian lu untuk nulis yang kaya gitu. Lu udah ngerebut ladang orang lain".
'Begitu ya?'.
"Lha iya lah. Sudahlah, gua bilang lu nulis kaya biasanya aja. Ngga usah sok-sok-an nulis-nulis kata bijak, nasehat-nasehat, motivasi-motivasi. Ngga pantes. Nah ini juga yang bikin tulisan kaya gini buat lu jadi ngga sopan, karena lu ngga pantes".
'Lho, memang ada ukuran kepantasan atau ketidakpantasan dalam menulis?'.
"Lho ya ada bro. Bagaimana lu bisa nulis tentang kemuliaan kalau hidup lu sendiri hina kaya gitu. Bagaimana lu bisa cerita tentang rasa kopi kalo lu sendiri ngga doyan kopi. Lu bisa aja nulis cerita tentang rasa kopi ribuan halaman. Tapi orang yang tau kalo lu ngga doyan kopi, mana mau percaya sama yang lu tulis".
'Ya ngga kaya gitu juga dong logikanya. Orang nulis itu kan bebas, asal sopan, sukur-sukur ada manfaat buat orang'.
Asyik juga memperhatikan dua mahluk dalam diri ini tengah berdiskusi sengit, sementara mata ini mulai mengantuk.
Bagaimana kalau kita tinggalkan saja mereka. Mereka bekelahi pun aku sudah tidak perduli. Sudah sering mereka bertingkah seperti itu. Lebih baik kita cari secangkir kopi untuk menyegarkan mata ngantuk ini.
Jatibarang, 15 Pebruari 2015
Tulisaja
Blog ini dengan sadar dibuat untuk menampung muntahan isi kepala yang seringkali lumer dan meleleh berupa tulisan yang kadang jelas kadang samar, kadang cerah kadang suram, kadang riang kadang murung. Semoga masih bisa dinikmati. Tino
Entri Populer
-
DI DUNIA Prosesnya adalah : 1. Lahir 2. Balita 3. Anak-anak 4. Remaja 5. Dewasa 6. Tua 7. Mati Catatan : Mati ...
-
PONDOK GEDE Bangunan inilah yang menjadi asal-usul nama daerah Pondok Gede. Sebuah kecamatan di perbatasan Jakarta Timur dan Bekasi Barat. ...
-
KUACI Kasih Mungkin inilah cara terbaik kita menutup hari Biarkanlah hanya jari dan mulut kita yang menari mencari Habiskan sisa ...
-
NASI UDUK Nasi uduk berkawan karib dengan bawang goreng dan emping. Dari dulu begitu, ga pernah berubah. Ada kawan-kawan lain yang mengisi ...
-
KEROCO Namaku Keroco. Ini bukan nama samaran atau julukan, apalagi nama penaku. Sungguh ini nama asli pemberian orang tuaku yang tercantum ...
-
REALISTIS Sore ini Bewok pulang dengan membawa sebungkus amarah pada mukanya yang membara. Dia marah setengah gila usai mendengarkan sosial...
-
Gapura Pondok Gede Gapura ini adalah mulut jalan menuju bangunan besar itu, Pondok Gede. Jalannya menanjak berbatu. Di sisi kanan jalan, ad...
-
RELATIF Aku kaya juga miskin Aku pintar juga bodoh Aku baik juga buruk Aku bagus juga jelek Aku benar juga salah Aku ini juga itu Aku...
-
MAESAROH Akhirnya Bewok memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya. Pekerjaan yang sudah belasan tahun dia geluti, sebagai karyawan di sebua...
-
RUBIK Masih ingat dengan permainan ini? Mudah-mudahan masih ingat. Saat duduk di bangku SD, saya mencoba permainan ini, tidak pernah bisa,...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar