Entri Populer

Jumat, 20 Maret 2015

Gerhana

GERHANA

Aku masih bimbang. Sampai saat ini aku tidak tahu, apakah aku matahari, bumi, atau bulan.

Aku sudah mencoba untuk mencari jawaban. Aku cari di bumi, menjadikan aku seolah-olah adalah bumi. Aku amati detilnya di bulan, sepertinya aku meyakini, aku adalah bulan. Aku berpindah ke matahari, dan aku terbakar.

Bulankah aku? Atau aku adalah bumi? Belum juga bisa aku yakini. Pernah juga hal ini aku tanyakan pada tetesan embun. Karena aku tahu dia selalu menemani pagi. Disuruhnya aku menunggu sampai siang mulai mengembang.

Ah, aku sudah tidak ingin menunggu lagi. Aku sudah terlalu lama mencari. Tapi apa boleh buat. Tidak diberikannya pilihan lain untukku. Aku turuti. Aku tunggu siang datang. Siang hampir berlalu tanpa terjadi sesuatu. "Embun itu menipuku," pikirku.

Malam datang membunuh siang dengan jubah senjanya. Sementara aku masih di titikku, berharap malam segera bosan melihatku lalu pergi. Aku akan tetap di titikku, menunggu embun yang sudah menipuku.

Menunggu, selalu membuat waktu menjadi lambat beranjak. Tapi terlanjur bagiku untuk pergi dan meninggalkan seonggok waktu yang sudah aku kumpulkan. Karena hari sebentar lagi pagi.

Pagi datang dan diam-diam segera aku sergap tetesan embun. Aku tanya, kenapa dia sudah menipuku.

"Menipu?". Embun itu balik bertanya kepadaku.

"Ya, kau telah menipuku. Kau bilang aku akan temukan jawaban segera setelah siang mengembang," bisikku, tepat di sisi telinganya pelan, khawatir pagi akan terganggu.

"Lalu apa yang kau alami siang kemarin?" tanyanya kemudian.

"Aku tidak mengalami apa-apa kecuali tubuhku mematung menunggu," jawabku.

"Itulah, kenapa kau tidak mengalami apa-apa kemarin. Karena kau bukan bumi, bukan pula bulan, apalagi matahari. Kau tidak akan mengalami apa-apa karena kau adalah pengalaman itu sendiri. Kau adalah gerhana".

Indramayu, 20 Maret 2015

Tulisaja

Tidak ada komentar:

Posting Komentar