Entri Populer

Senin, 23 Maret 2015

Rasa Mati

RASA MATI

Tiba-tiba Bewok ingin bunuh diri. Bukan, ini bukan untuk menghindari hidup dengan segala masalahnya. Bukan karena rasa kecewa atau patah hati. Ini hanya semata-mata dia ingin merasakan seperti apa rasanya mati.

Sebenarnya keinginan ini adalah keinginan yang sudah lama dia lupakan. Tapi, akhir-akhir ini muncul kembali, terlebih saat senggang, saat banyak waktu untuk merenung.
Tapi dia bingung. Dia belum juga menemukan cara yang tepat karena ini bukan bunuh diri untuk mati, tapi untuk merasakan mati. Harus sealami mungkin. Sebisa mungkin tanpa alat, tanpa racun dan yang terpenting tanpa kemungkinan gagal. Sengaja tapi tidak sengaja.

Berhari-hari dia berpikir untuk menemukan cara itu. Seminggu, belum juga dia temukan. Sampai satu saat dia membaca tulisan besar dari poster sebuah lembaga amal "tidak perlu sakit untuk merasakan sakit".

Dia baca berulang-ulang tulisan itu.
"Bagaimana kalau aku ganti, tidak perlu mati untuk merasakan mati?" pikirnya, dalam hati. Akhirnya dia pun merefisi niatnya.

Hari itu juga Bewok lapor ke Pak RT, bahwa dirinya, Bewok, baru saja meninggal dunia. Pak RT bingung dan menganggap Bewok tengah bercanda.

"Serius Pak, Bewok baru saja meninggal dunia," katanya, untuk meyakinkan Pak RT.

Pak RT mempersilakan Bewok untuk masuk ke rumahnya. Setelah mereka berdua duduk di ruang tamu, Pak RT berkata, "coba jelaskan, ada apa sebenarnya Pak Bewok?".

"Bewok meninggal dunia Pak RT, sekitar sehabis subuh tadi," sahut Bewok, kembali menjelaskan laporannya.

"Kalau Pak Bewok meninggal dunia, lalu bapak ini siapa?" tanya Pak RT, sambil tersenyum karena masih menganggap Pak Bewok bercanda.

"Lhoo, saya Bewok Pak. Masa bapak tidak kenal saya, warga bapak sendiri."

"Pak Bewok, tolong jangan bercanda. Saya sebentar lagi akan berangkat ke luar kota. Saya mau bersiap-siap." Pak RT mulai jengkel.

"Saya tidak main-main Pak RT. Saya serius melaporkan bahwa Bewok pagi tadi meninggal dunia," timpal Bewok, yang juga mulai kesal.

Melihat Bewok sangat serius dan mulai kesal, ditambah harus segera berkemas, akhirnya Pak RT menyerah.

"Mungkin orang ini mulai gila," pikir Pak RT.

Lalu, "baiklah Pak Bewok, laporannya saya terima. Kira-kira jam berapa akan dimakamkan?".

"Siang ini Pak RT, bada juhur," sergap Bewok, merasa lega.

Bewok sudah menyiapkan segala sesuatunya untuk melaksanakan prosesi pemakaman dirinya. Para tetangga sudah berdatangan ke rumahnya. Walau dengan wajah terheran-heran, mereka tetap datang dan memberikan ucapan belasungkawa kepada Bewok.

Di ruang tamu rumahnya sudah terbujur sejazah yang sudah terbungkus rapih kain kafan, dikelilingi para kerabat dan tetangga, yang sebagian terlihat bingung dan sesekali berbisik ke orang di sebelahnya.

Dua buah nisan dari papan kayu juga sudah disiapkan, bersandar di tembok teras rumah. Salah satunya bertuliskan nama lahir Bewok, lengkap dengan tanggal lahir dan tanggal meninggalnya. Di tempat pemakaman pun sudah disiapkan satu lubang kubur untuknya.

Melihat keramaian di rumah Bewok saat melintas untuk berangkat ke luar kota, Pak RT yang semula menganggap laporan Bewok hanya bercanda, juga menyempatkan mampir dan mengucapkan belasungkawa.

Prosesi pemakaman akhirnya berjalan lancar hari itu. Setelah lubang di tutup dan nisan di tancapkan, berikut doa-doa dipanjatkan, para pengantar pun pulang. Tinggallah Bewok berdiri sendiri di sisi makam, menangis.

"Aku tidak ingin mati," bisiknya.

Pulang dari pemakaman dengan sepeda motornya, pikiran Bewok terus diganggu bayangan kematian. Sampai pada satu persimpangan jalan, dia terus saja menyebrang. Bewok tidak menyadari ada bus luar kota yang melaju kencang dari arah kanan.

Tabrakan tidak terelakkan dan seketika itu Bewok berhasil merasakan mati.

Indramayu, 24 Maret 2015

Tulisaja

Tidak ada komentar:

Posting Komentar