Blog ini dengan sadar dibuat untuk menampung muntahan isi kepala yang seringkali lumer dan meleleh berupa tulisan yang kadang jelas kadang samar, kadang cerah kadang suram, kadang riang kadang murung. Semoga masih bisa dinikmati. Tino
Entri Populer
-
DI DUNIA Prosesnya adalah : 1. Lahir 2. Balita 3. Anak-anak 4. Remaja 5. Dewasa 6. Tua 7. Mati Catatan : Mati ...
-
PONDOK GEDE Bangunan inilah yang menjadi asal-usul nama daerah Pondok Gede. Sebuah kecamatan di perbatasan Jakarta Timur dan Bekasi Barat. ...
-
KUACI Kasih Mungkin inilah cara terbaik kita menutup hari Biarkanlah hanya jari dan mulut kita yang menari mencari Habiskan sisa ...
-
NASI UDUK Nasi uduk berkawan karib dengan bawang goreng dan emping. Dari dulu begitu, ga pernah berubah. Ada kawan-kawan lain yang mengisi ...
-
KEROCO Namaku Keroco. Ini bukan nama samaran atau julukan, apalagi nama penaku. Sungguh ini nama asli pemberian orang tuaku yang tercantum ...
-
REALISTIS Sore ini Bewok pulang dengan membawa sebungkus amarah pada mukanya yang membara. Dia marah setengah gila usai mendengarkan sosial...
-
Gapura Pondok Gede Gapura ini adalah mulut jalan menuju bangunan besar itu, Pondok Gede. Jalannya menanjak berbatu. Di sisi kanan jalan, ad...
-
RELATIF Aku kaya juga miskin Aku pintar juga bodoh Aku baik juga buruk Aku bagus juga jelek Aku benar juga salah Aku ini juga itu Aku...
-
MAESAROH Akhirnya Bewok memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya. Pekerjaan yang sudah belasan tahun dia geluti, sebagai karyawan di sebua...
-
RUBIK Masih ingat dengan permainan ini? Mudah-mudahan masih ingat. Saat duduk di bangku SD, saya mencoba permainan ini, tidak pernah bisa,...
Senin, 29 Desember 2014
Apa Itu 'Ini'
Sudah sekian kali terasa, tapi belum bisa juga aku fahami. Entah dari mana awalnya, ketika tonjokan-tonjokan perasaan yang kadang menyayat mulai menggoda ketentraman pikir.
Sungguh, ini bukan cinta, sangat berbeda jauh dari cinta. Cinta akan sangat mudah untuk dimengerti gelagatnya. Kalau barusan kau menyangka apa yang aku rasa itu cinta, itu salah kawan.
Cinta mesti punya objek, entah itu seseorang, suatu benda, aktivitas atau apapun. Tapi yang aku rasa ini tidak memiliki objek. Hanya rasa gundah yang membuncah tidak tentu arah dan warnanya. Menusuk-nusuk, sering kali menyayat.
Ini seperti jasad, jiwa dan pemikiran masih ada bersama-sama, tapi tidak sejalan bahkan mereka tengah berkelahi sengit. Dan ini sungguh memusingkan.
Kini aku teringat. Dulu pernah aku merasakan gejolak seperti ini, saat usiaku dua puluh tahun. Hantaman serupa kini muncul kembali. Akan berapa kalikah dalam hidup manusia mengalami ini? Ini dialami oleh setiap manusia, atau jangan-jangan hanya aku saja? Entahlah, apa itu 'ini'.
Indramayu, 17 Desember 2014
Tulisaja
Puisi (Tumben) Tentang Cinta
Lihatlah
Sudah ribuan maki aku reguk
Bahkan aku cecap tetesannya yang tercecer
Tidak akan bisa membusukkanku
Karena aku mencintaimu
Sering juga aku telan sumpah serapah
Menyirami hati yang menggila ini
Tidak juga melunglaikanku
Karena aku mencintaimu
Kau bahkan meluluhlantakkan nalarku
Kau jejakkan logika ini remuk tepat di bawah tumitmu
Sekalipun tidak akan pernah mematikanku
Kerena aku mencintaimu
Pernah kau hamparkan belaian manja
Menyapu mukaku yang tengah memerah
Itu benar-benar membutakanku
Karena aku mencintaimu
Berkali-kali kau panggang asmaraku
Di atas tungku kasih sayangmu
Dan kitapun hangus bersama
Karena aku mencintaimu
Inilah kenapa aku tidak suka mengobral cinta
Karena segera saja aku kehilangan makna
Karena cinta yang sudah aku sampaikan
Apakah benar itu cinta atau hasrat belaka
Indramayu, 30 Desember 2014
Tulisaja
Jumat, 26 Desember 2014
Sial
SIAL
Dimatikannya lampu kamar tidur dan Bewok bersiap untuk mengukir mimpi. Malam belum terlalu larut, tapi hujan yang turun dari sore tadi sangat mensugesti mata untuk segera terlelap.
Sesaat mulai dirasakan hangatnya selimut dan lelap yang mulai menyambut, tiba-tiba didengarnya derik jangkrik dari kolong tempat tidur. Mulanya dia biarkan, tapi lama-lama suaranya dia rasa semakin keras dan menganggu.
Bewok bangkit dari tidurnya dan meraba-raba saklar lampu lalu menyalakannya. Saat lampu menyala, jangkrik itu behenti berderik. Bewok berusaha mencari keberadaan mahluk pengganggu tidurnya itu, tapi tidak berhasil.
Dimatikannya lagi lampu kamar dan dia mencoba kembali untuk tidur. Sadarnya belum juga hilang ketika didengarnya kembali derik jangkrik yang sama dengan sebelumnya. Bewok menduga-duga bahwa "jangkrik ini masih jangkrik yang tadi. Hanya satu ekor, karena tidak ada suara jangkrik yang lain".
Didorong rasa jengkel dan penasarannya, kembali dia nyalakan lampu kamarnya. Suara derik itupun kembali berhenti. Bewok bertekad untuk mencari jangkrik itu dan menangkapnya. "Bagaimana aku bisa tidur kalau seperti ini? Suara itu seperti ada di telingaku. Awas kau jangkrik sial", ancamnya.
Cukup lama Bewok mencari, sampai-sampai kasurpun dia angkat dari dipannya. Akhirnya jangkrik itu dia temukan. Ditangkap lalu dia membuka jendela kamarnya dan melempar jangkrik itu ke tengah hujan. Bewokpun puas.
Rasa kantuknya sudah terlanjur hilang dan diapun mengumpat "malam yang sial. Gara-gara jangkrik itu aku jadi tidak tidur malam ini".
Bewok menghidupkan kembali TV di kamarnya, dan menonton siaran sampai menjelang subuh.
Sementara di luar sana, dua sosok basah bergegas menghidupkan sepeda motornya setelah semalaman mengendap-ngendap di rumpun pohon pisang yang gelap, tidak jauh dari rumah Bewok. Mereka mengincar sepeda motor milik Bewok yang, kebetulan malam itu, terparkir di teras rumah.
"Malam yang sial. Semalaman kita kehujanan, yang punya rumah malah ngga tidur-tidur sampai pagi. Padahal kesempatan bagus. Ngga biasanya itu motor diparkir di luar", gerutu salah seorang dari mereka.
Indramayu, 27 Desember 2014
Tulisaja
Akhirnya
Mendung pun menggulung
Menghitamkan sore yang hampir habis
Entah kenapa belum juga ditumpahkan
Bulir-bulir yang semakin gemuk membengkak
Ini seperti rasa mual yang memusingkan
Butuh satu semburan muntah
Untuk melonggarkan ruang kepala
Sekali tersembur, hilang segala rasa
Mataku mulai berkunang-kunang
Aku paksakan untuk melangkah
Menerobos jari-jari hujan mengacak
Di tanah yang mulai becek berkeciprak
Hujan menumbuk ubun-ubun telanjang
Mengorek menembus tengkorak berlubang
Terhuyung tubuh menahan demam
Dan aku terkapar
Jatibarang, 25 Desember 2014
Tulisaja
Kamis, 25 Desember 2014
Botram
Adakah yang tahu arti kata ini? Atau malah baru kali ini membaca kata ini. Atau ada padanan kata dari daerah lain untuk kata ini. Setahuku kata botram berasal dari bahasa Sunda. Artinya? Ah, aku kurang pandai mendefinisikan. Akan aku ceritakan saja.
Waktu kecil dulu, di sekitar usia awal sekolah dasar, aku dan teman-teman bermainku sering mengadakan acara botram. Saat bermain bersama, kami sepakat untuk pulang ke rumah masing-masing dan kumpul kembali di tempat semula atau ke suatu tempat yang sudah ditentukan, dengan membawa nasi beserta lauk pauknya yang dibungkus daun pisang.
Biasanya kami berkumpul kembali di gubuk di tengah kebun singkong. Pernah di keteduhan pohon rengas di pinggir kali. Bahkan pernah juga di atas pohon asam besar dekat rumah.
Setelah kami berkumpul, masing-masing kami membuka bekal yang kami bawa. Sebelum menyantap, biasanya kami melakukan tukar menukar lauk pauk yang kami bawa. Aku suka sekali mengamati tingkah teman-teman saat melakukan tukar menukar lauk pauk. Terlihat siapa yang egois, serakah, kikir, baik hati, suka menolong, bahkan culas.
Setelah acara tukar menukar lauk pauk, selanjutnya kami pun menyantap makanan kami sambil berbagi cerita, bercanda kecil di selang sedikit tawa.
Seperti itulah acara botram yang aku dan teman-temanku lakukan saat kami kecil dulu. Kampungan tapi menyenangkan. Aku tidak pernah melihat lagi ada acara botram pada anak-anak jaman sekarang. Jaman sungguh telah berubah.
Indramayu, 25 Desember 2014
Tulisaja
Senin, 22 Desember 2014
Pohon Asam
Waktu kecil, aku bersama teman-teman suka sekali memanjat pohon asam dekat rumah. Terlebih bila hari tengah terik dan terlihat banyak buah asam yang masak. Bermain-main di atas dahan pohon asam tidak memberi rasa khawatir karena aku tahu dahan pohon asam sangat kuat dan lentur, tidak mudah patah.
Pohon asam tempat kami bermain adalah pohon asam yang sudah berusia puluhan tahun, dengan diameter batang sekitar satu meter dan diameter kanopi lebih dari dua puluh meter. Kami bisa seharian berada di atas pohon. Kadang kami bergelayutan pada rantingnya berpindah dari dahan satu ke dahan lain tanpa khawatir tempat bergelayut akan putus atau lepas dari pangkalnya.
Biasanya masing-masing dari kami membawa bekal sejumput gula pasir yang kami bungkus pada secarik kertas. Buah asam masak yang sudah diberi gula cukup menyegarkan dimakan di saat siang yang panas.
Selesai bermain di sore hari, aku pulang dengan sekantong buah asam, masak dan mentah, untuk ibuku dan berharap esoknya ibu memasak sayur asam kesenanganku. Rupanya inilah alasan kenapa buah asam tidak pernah bisa manis. Dan rupanya inilah modus paling 'asam' dariku untuk ibu.
Indramayu, 22 Desember 2014
Tulisaja
Jumat, 19 Desember 2014
Berpikir
Salah satu kebodohan paling serius dari diriku adalah bahwa aku berpikir.
Jatibarang, 19 Desember 2014
Tulisaja
Rabu, 17 Desember 2014
Muslim Korupsi
Ada yang bilang "pemimpin, walau muslim kalo karupsi mah, preet".
Ada juga yang bilang, "Atut muslimah, Anas muslim, pimpinan PKS muslim, tapi pada korupsi".
Jadi inget dulu pernah baca buku manual motor Honda. Salah satu isinya kira-kira begini, "kalau di bengkel-bengkel banyak motor Honda yang sedang diservice, itu bukan karena motor Honda rendah kualitasnya dan banyak yang rusak, tapi karena motor Honda banyak penggunanya. Sebagian besar masyarakat adalah pengguna merek tersebut".
Nah, untuk masalah korupsi di atas, mohon tidak menilai dari muslim bukannya seseorang, tapi nilai pribadi masing-masing, karena Islam juga mengharamkan orang berbuat korup.
Indramayu, 14 Desember 2014
Tulisaja
Jumat, 12 Desember 2014
Loyal
Kesalahan fatal dari seorang pemimpin, yang tidak dia sadari, adalah dia seringkali menciptakan kondisi dimana bawahannya menjadi loyal pada dirinya, bukan pada organisasi.
Semakin loyal bawahan terhadap dirinya, semakin dia tidak menyadari kesalahannya. Bagai mana mungkin dia akan sadar? Alih-alih sadar, dia bahkan semakin mabuk menikmati.
Indramayu, 12 Desember 2014
Tulisaja
Senin, 08 Desember 2014
Segelas Kopi
Kalau segelas kopi belum mampu menenangkanku, berarti ada yang sangat tidak beres. Selama ini, bagiku tidak ada kegelisahan yang lebih besar dari segelas kopi. Maksudku, saat aku gelisah, maka aku siapkan segelas kopi, lalu aku nikmati. Dan selalu bisa aku nikmati.
Tapi siang ini, kopi habis begitu saja tanpa bisa aku nikmati sensasi aroma maupun pahit khasnya. Bahkan tulisan inipun 'mandeg' di sini, tidak bisa aku teruskan.
Jatibarang, 9 Desember 2014
Tulisaja
Bekal
Memang sudah menjadi kewajiban kita sebagai orang tua untuk mamberikan bekal pendidikan untuk anak-anak kita. Tapi memindahkan jutaan ambisi kita ke atas pundak mereka, anak-anak kita, dan memaksakan satu skenario bahwa hidup harus sukses kepada mereka rasanya tidak adil dan bukan hal yang bijak pula.
Membekali kekuatan hati bagi mereka akan sangat berharga sehingga mereka selalu bisa ikhlas menerima setiap kepingan dunia yang ditakdirkan untuknya. Ini semata karena kehidupan sering kali muncul tidak seperti yang diimpikan.
Jangan siksa anak untuk penuhi ambisi ego individu kita dengan dalih memberikan bekal. Biarkan hidup mereka berjalan normal karena mereka juga memiliki dunia.
Untuk anak-anak, bersenang-senanglah dengan sejuta aktivitas yang kalian suka yang penting "ga pake dosa". Kembangkan kemampuan di setiap detil potensi diri. Jangan biarkan satupun potensi teronggok membusuk atau kalian akan merugi.
Have a nice day kid.
Indramayu, 9 Desember 2014
Tulisaja
Benci
Terkadang kebencian seseorang kepada kita bisa menjadi pelajaran selama yang dipersalahkan adalah diri kita sendiri.
Tapi bila yang dipersalahkan adalah orang itu, sama saja kita yang tengah membenci, dan itu tidak memberi manfaat apa-apa kecuali membusuknya hati.
Indramayu, 9 Desember 2014
Tulisaja
Sabtu, 06 Desember 2014
Pola Hidup
Hidup tidak teratur. Tidak terlihat jadwal yang jelas dari kesehariaannya. Kadang terlihat pagi-pagi masih tidur pulas. Tengah malam malah masih berjalan mencari makan. Siang mencari makan, sore hari tidur. Benar-benar pola hidup yang 'serabutan'. Cara berjalan pun seperti yang malas dan dia adalah penyebrang jalan paling bodoh. Tidak perduli ada yang akan melintas, dia tetap teruskan langkah gontainya.
Lainnya hidup teratur. Bangun pagi-pagi. Mencari makan hingga siang hari. Istirahat sejenak saat terik matahari memuncak. Lanjut mencari makan dan pulang sebelum gelap menutup hari. Berulang-ulang setiap hari pola hidupnya seperti itu, tidak pernah salah.
Itulah gambaran dua pola hidup dari kucing dan ayam. Bapakku mengajarkan hal ini saat aku kecil. Beliau bilang kalau ingin hidup sehat dan sukses, hiduplah seperti ayam, teratur dan disiplin. Jangan seperti kucing yang hidup serabutan.
Dan nasehat itu sudah juga sampai ke anakku. Semoga dia faham.
Indramayu, 11 Juni 2014
Tulisaja
Jumat, 05 Desember 2014
Aku Adalah Sepi
Aku pernah menjadi anjing
Yang terlempar terbuang di jalan
Seperti apapun aku bersihkan diri
Tidak juga merubahku menjadi kucing
Aku pernah menjadi malaikat
Yang naungi siang dan malam
Saat badan dan hati sesat
Jelmaku kembali kelam
Aku pernah menjadi angin
Yang menggiring awan-awan
Telusuri lereng menuju puncak
Muliaku tidak ingin terlihat
Aku pernah menjadi tanah
Tempat hujaman tajam akar-akar
Berikan hidup untuk mereka
Tentram sudah jasad terlupa
Kini aku adalah sepi
Menepi sudah tangisan daun-daun
Di mana air mata melubangi hati
Biarkan nurani ada menuntun
Aku adalah sepi
Indramayu, 9 Juni 2014
Tulisaja
Kaliber
Banyak orang yang memiliki kamampuan memimpin yang mumpuni dan paripurna. Kadang-kadang dengan pendekatan kepemimpinan yang 'nyeleneh'. Tapi itu tidak cukup. Kita juga harus bicara tentang 'kaliber'.
Jatibarang, 8 Juni 2014
Tulisaja
Sadar
SADAR
Ibu
Aku faham kenapa ibu begitu marahnya ketika aku pulang sesudah aku mandi di sungai di kampung sebelah.
Pasti karena ibu sayang dan sangat mencemaskanku.
Bodohnya aku yang masih berkelit dengan berbohong bahwa aku tidak mandi di sungai itu.
Justru karena bohongku ibu marah.
Ibu, maafkan nakalku.
Ibu
Aku mengerti kenapa ibu jengkel padaku setiap ibu tahu nilai-nilai ulanganku.
Pasti juga karena ibu sayang dan khawatir akan masa depanku.
Ditambah laporan guru bahwa aku tidak pernah mengerjakan pe er.
Muka ibu memerah sambil menyentil telingaku.
Ibu, maafkan bodohku.
Ibu
Aku tahu kenapa ibu tidak sempat perhatikan aku.
Pasti karena ibu sibuk setiap waktu.
Pagi-pagi ibu harus meracik semua bahan dagangan.
Sampai petang baru bisa ibu istirahat sebentar.
Belum hilang lelah, ibu harus sudah berangkat jajakan dagangan jamu gendong.
Selepas keliling berdagang, lelah sudah tidak lagi menyisakan tenaga kecuali nafas tersengal.
Semua tentu untuk makan kami, aku dan kakak adikku.
Ibu, maafkan malasku.
Ibu
Aku tahu ibu sangat sedih saat aku tidak pernah lagi masuk sekolah dan lebih banyak hidup di keramaian terminal kota.
Ibu hanya diam karena, aku juga tahu, ibu tidak bisa lagi melarangku, sama seperti saat ibu pertama melihat aku mulai merokok dulu saat masa kanak-kanak belum juga aku lewati.
Ibu
Maafkan aku yang baru bisa fahami semua itu kini, setelah ibu pergi.
Maafkan aku yang baru bisa mengerti semua itu hari ini, setelah aku terpuruk di sini, disudut busukku.
Maafkan aku, anak ibu, si pecundang sejati.
Dan yang aku tahu kini, waktu tidak mungkin dapat diputar ulang untuk menukar semua hidupku.
Ibu
Maaf
Jatibarang, 6 Juni 2014
Tulisaja
Hujan Di Juni 2014
Hujan jatuh berderap mengepal
Kasar menimpa segala permukaan
Melubangi aspal jalan
Menerobos ketentraman angan
Aku ingat ini Juni
Aku ingat puisi itu
Tapi kini hujan tidak lagi tabah
Datangi bumi penuh hasrat
Aku masih terhenyak
Sesaat sesudah halilintar menyalak
Tapi ini Juni
Yang semestinya dia datang dengan bijak
Hujan masih berderap
Menembus sela-sela genting rumah
Aku sadari ini Juni
Yang dengan arif biasanya dia menyapa
Salam hormatku untuk Bapak Sapardi Djokodamono
Indramayu, 5 Juni 2014
Tulisaja
Proses
Bapak Soekarno, presiden Indonesia pertama bilang kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda. Ada juga yang bilang kegagalan adalah kebehasilan yang belum menemukan waktu dan cara yang tepat. Menurutku ungkapan semacam itu hanya pelipur lara, penenang hati orang-orang yang mengalami kegagalan.
Aku lebih suka bicara tentang keberhasilan. Kalau orang sukses bicara tentang keberhasilan, itu sudah biasa. Mereka, orang sukses itu, bicara apapun tentang keberhasilan, akan selalu enak bicaranya, dan gagah. Aku sebenarnya sama dengan kebanyakan orang. Mengalami keberhasilan pada beberapa hal dalam kehidupan tapi juga mengalami kegagalan pada beberapa hal lain. Dan aku fikir seperti itulah memang seharusnya kehidupan.
Saat orang sampai pada suatu sukses tertentu, yang dia nikmati adalah hasilnya. Tapi percayalah bahwa yang selalu terbayang di ingatan dan bisa membuat sukses itu jadi membanggakan adalah proses pencapaiannya, dan ini lebih memberikan sensasi kenikmatan yang bertubi-tubi dibanding sekedar menikmati hasilnya.
Untuk itu, berilah usaha yang maksimal, penuh perjuangan dan keseriusan di setiap proses dalam perjalanan hidup ini hingga pada saatnya nanti akan mengendap rasa nikmat yang tiada henti. Maka sambutlah sukses sebagai hadiah dari keseriusan dan ketekunan. Dan bila ternyata sukses pun tidak kunjung menyapa, setidaknya tidak ada yang harus disesali dari proses karena tahap itu sudah dijalani dengan benar (satu lagi kalimat pelipur lara).
Indramayu, 4 Juni 3014
Tulisaja
Gagal
"Tidak ada yang salah dari mendung, maka janganlah kau maki dia. Mendung hanya menjalankan takdirnya seperti kita yang tiba-tiba tanpa rencana bertemu dan ada di sini, di sini entah di mana ini. Sudikah kau dan aku menelusuri takdir kita selanjutnya?" rayu Bono pada Luli di sebuah halte.
"Maaf mas, gombalmu apek" sambar Luli cepat setengah bebisik di dekat telinga Bono seraya bangkit menghentikan taxi yang kebetulan melintas.
Belum sempat Bono tersadar dari apa yang baru saja terjadi, Luli sudah berada di dalam taxi dan pergi. Bono sama sekali tidak menyangka penolakan Luli atas cintanya. Bono pun melolong panjang dalam hati.
Dan jadwal penuh galau sudah tersusun untuk kehidupan Bono di hari-hari selanjutnya.
Indramayu, 3 Juni 2014
Tulisaja
Capres
Baru saja Bewok keluar dari kamar mandi rumahnya, dia harus masuk kembali ke ruang sempit itu untuk menyalurkan rasa mualnya. Dia dipaksa memuntahkan seluruh isi perutnya yang sebenarnya sudah kosong. Rasa mual itu kerap kali datang saat tanpa sengaja dia melihat atau bahkan sekedar mendengar berita-berita tentang para calon presiden.
Bahkan saat membuka facebooknya dan dia membaca status-status yang memuji atau menjelekkan para capres, perutnya langsung bergejolak layaknya diaduk-aduk. Sialnya mual karena membaca status-status facebook lebih menyiksa karena pujian atau hinaan terhadap capres sudah mencapai level lebay.
Sebenarnya berita-berita tentang para capres tidak berpengaruh apa-apa terhadap Bewok kalau saja berita-berita itu tidak bersifat memuji atau menghina. Bewok sendiri tidak bisa menjelaskan dengan yakin apa yang sebenarnya tengah terjadi pada dirinya. Mau konsultasi ke dokter, Bewok ragu karena dia yakin dokter justru akan mentertawakannya.
Akhirnya Bewok memutuskan untuk tidak menonton televisi, membuka facebook atau membaca koran sampai pemilu selesai diselenggarakan. Tapi memang sulit mencegah pujian atau hinaan terhadap capres itu untuk tidak mampir kedalam sel-sel otaknya. Obrolan orang-orang di warung kopi, di warteg, di pasar, di mana-mana melulu tentang memuji atau menghinakan. Kalau sudah seperti itu, Bewok akan sibuk mencari kantong kresek, toilet, atau selokan untuk segera menyalurkan hasratnya.
"Aku bingung. Mereka bukan team sukses salah satu capres, bahkan dikenal pun tidak oleh capres yang bersangkutan, tapi kok menyanjungnya fantastik melebihi menyanjung tuhannya sendiri, dan yang menghinakan seolah capres itu dajjal yang harus segera dilumatkan eksistensinya" grutu Bewok dalam hati.
"Inikah mental dari banyak orang saat ini? Mental yang hanya bisa menjilat atau menghina? Padahal nantinya pun mereka tidak akan menjadi apa-apa. Kasihannya mereka yang sudah mengorbankan hatinya" tutup Besok di tengah rasa mulanya yang memuncak.
"Huuweeeekkkk ...... huuuuweeeek ....".
Indramayu, 3 Juni 2014
Tulisaja
Wasit
Saat menyaksikan pertandingan sepak bola, rasa kasihanku selalu jatuh ke sosok wasit. Dia harus menahan segenap keinginan untuk menyepak atau menyundul bola justru pada saat di mana 22 orang lainnya, yang berada di dalam lapangan bersamanya, asik mempermainkan bola seenaknya. Dia hanya berlari kemanapun arah bola bergulir tanpa berani menyentuhnya.
Semua hanya karena sebuah komitmen bahwa dia adalah seorang wasit.
Selamat menikmati putaran final Piala Dunia 2014.
Indramayu, 12 Juni 2014
Tulisaja
Jengkel
Terkadang rasa jengkel dalam hati ini menggeliat terusik saat memperhatikan seorang anak kecil yang sedang memainkan suatu mainan, lalu dia campakkan dan merengek meminta atau merebut mainan lain yang sedang dipegang oleh anak lain. Setelah dia dapatkan, tidak lama dicampakkan lagi demi melihat anak lain memegang mainan lainnya. Berulang dia merengek atau merebut mainan temannya.
Sama juga jengkelnya saat melihat seorang anak yang sedang memakan kue. Belum habis kue itu, dia sudah merengek minta kue yang lain. Terus seperti itu berkali-kali bahkan ada kue yang belum sempat dia makan sama sekali.
Akan lebih menjengkelkan bila orang tua si anak yang juga melihat si anak merengek atau merebut mainan atau makanan itu membiarkan atau bahkan menuruti saja keinginan anak itu.
Ah, namanya juga anak-anak, fikirku meredakan rasa jengkel.
Tapi kelakuan ini sekarang aku lihat di sosok orang-orang dewasa.
Jatibarang, 15 Juni 2014
Tulisaja
Terpaksa
TERPAKSA
Di toko tempat saya bekerja sering kali diadakan lomba untuk tingkat anak-anak. Dari lomba mewarnai gambar, top model cilik sampai lomba adzan. Tujuannya untuk meningkatkan kunjungan konsumen. Jelas ini strategi jitu untuk meningkatkan omzet penjualan.
Tapi saya tidak ingin membicarakan hal itu. Saya lebih suka membicarakan anak-anak yang mengikuti lomba itu sendiri. Dari cara dan ekspresi mereka mengikuti lomba dan dari semangat ibu-ibu yang mengantar mereka, terlihat mana anak yang benar-benar ingin mengikuti lomba atas keinginannya sendiri, mana anak yang sekedar ikut karena taman-temannya ikut dan mana anak yang terpaksa ikut karena menuruti keinginan ibunya.
Kadang muncul samacam rasa tidak tega saat memperhatikan anak yang mengikuti lomba dengan terpaksa. Tidak bisa saya bayangkan pergolakan batin mereka atas paksaan mengikuti lomba. Bahkan ada yang sampai menangis tidak ingin ikut lomba, tetap dipaksa ikut oleh ibunya.
Hampir semua anak-anak yang terpaksa mengikuti lomba dari banyak lomba yang diadakan, tidak ada yang menjadi juara. Alih-alih menjadi juara, ambisi orang tua yang dipaksakan dan tidak diimbangi minat dan kemampuan anak bisa menjadi pengalaman buruk yang memunculkan rasa frustasi dan trauma pada anak. Frustasi dan trauma atas pengalaman buruk pada anak yang tidak sempat dinetralkan atau ternetralkan, punya potensi menghambat perkembangan mental yang bisa berakibat buruk untuk masa depan anak.
Kadang saya bertanya dalam hati, "kenapa tidak ibunya saja yang mengikuti lomba?"
Indramayu, 17 Juni 2014
Tulisaja
Bunga Untukmu
"Aku tidak mencium wangi bunga seperti biasa untukku hari ini
Kenapa kau tidak membawakannya untukku
Karena hanya itulah pengobat rindu
Pada hidup, pada dunia dan pada dirimu
Vas itu kosong sedari pagi
Masih juga aku tunggu kau untuk mengisi
Mungkin kau sudah hancurkan janji
Walau aku tidak yakin kau bisa menyakiti
Ikhlasku harus terbaring di sini
Di dipan tua sampai waktunya nanti
Asalkan kau bawakan bunga itu setiap hari
Jadikan hari hati ini wangi menyepi
Lupakah kau hari ini?
Tidak usahlah buru-buru kau makamkan aku
Sisakan sekejap bunga kutunggu
Hingga aku puas nikmati wanginya sampai ba'da lohor nanti".
Untaian puisi itu terus terngiang-ngiang di rongga kepala Jono, berulang-ulang, tidak henti-henti. Penuh kelembutan diucapkan oleh kekasihnya. Puisi yang sempat dia tulis pada note di gadgetnya sesaat sebelum prosesi pemakaman kekasihnya yang sangat dia cintai. Puisi terakhir yang sempat dia tulis seminggu sebelum akhirnya dia gila. Terkadang dia bacakan penggalan puisi itu mengikuti suara dari dalam tongga kepalanya di depan gerbang pasar, tempat di mana dia tinggal.
Indramayu, 18 Juni 2014
Tulisaja
Pulang
Tanah
Merah
Harum
Kering
Merekah
Menanti
Jasad
Mengisi
Hening
Dingin
Gelap
Terbujur
Kaku
Hadap
Kiblat
Tunggu
Hisab
Matahari
Sejengkal
Payungi
Masyar
Baris
Manusia
Bangkit
Menangis
Surga
Neraka
Upah
Polah
Dunia
Ya Allah, aku mohon beri aku kesempatan
Indramayu, 20 Juni 2014
Tulisaja
Mercusuar
MERCUSUAR
Kenapa mercusuar selalu dijadikan acuan arah oleh para pelaut dan nelayan di laut? Bukan semata dia memancarkan cahaya yang terang benderang dengan jangkauan yang cukup jauh, tapi juga karena dia diam tidak berpindah-pindah.
Bayangkan kalau mercusuar bisa berpindah-pindah tempat. Dari pantai di mana dia biasa tegak menjulang, tiba-tiba dia ada di sisi pantai yang lain, bahkan sewaktu-waktu dia berada di sebuah pulau kecil di tengah laut. Betapa jengkelnya para pelaut dan nelayan karena mereka kerapkali tertipu arah. Kalau sudah seperti itu, akan hilang kepercayaan pelaut dan nelayan kepadanya.
Seperti itu juga manusia. Walau dia cemerlang, tapi kalau tidak konsisten, 'mencla-mencle', tidak sesuai apa yang diucapkan dengan yang diperbuatnya, dia akan ditinggalkan karena hilangnya kepercayaan manusia lain kepadanya.
Indramayu, 20 Juni 2014
Tulisaja
Test Diri
Coba ambil ketas kosong dan ballpoint, lalu setting stopwatch, hitung mundur sepuluh menit. Saat start, tulis sebanyak yang kita tahu tentang keburukan seseorang yang kita kenal sampai stopwatch menunjukkan angka 00.00.00.
Ulangi proses yang sama seperti di atas dengan perintah tulis sebanyak yang kita tahu tentang keburukan diri sendiri sampai stopwatch menunjukkan angka 00.00.00.
Bandingkan kedua kertas tadi. Mana yang lebih banyak pointnya, point di kertas pertama atau point di kertas kedua?
Umumnya akan didapat point yang jauh lebih banyak di kertas pertama karena umumnya kita lebih mudah melihat keburukan orang lain dibandingkan keburukan diri sendiri.
Indramayu, 20 Juni 2014
Tulisaja
Biografi
BIOGRAFI
Terbersit keinginan untuk belajar menulis biografi. Bagaimana kalau biografi diri sendiri?. Aha, langsung saja bibir ini tersenyum tipis sinis sambil hati bergumam "siapa pula diri ini sampai-sampai ingin ditulis pada sebuah biografi?".
Aku sadar, tidak ada yang istimewa dari diri ini yang bisa dijadikan bahan yang layak ditulis pada sebuah biografi. Aku sama sekali tidak istimewa seperti Dahlan Iskan atau special bagai Chaerul Tanjung Si Anak Singkong. Tidak seujungkukunya pun. Tidak ada yang bisa aku banggakan dari diriku. Aku seperti kebanyakan orang. Aku biasa-biasa saja, dan cenderung tidak dikenal.
Aku hanya seorang yang sejak SD sampai sekarang tidak pernah meraih prestasi yang bisa dibanggakan. Sekolah Dasar aku selesaikan di sebuah SD Inpres di Pondok Gede tahun 1982. Aku hanya mendapat rangking 30-an dari 40-an murid. Aku lanjutkan ke SMPN 81 Lubang Buaya Jakarta Timur lalu SMAN 14 Cililitan Jakarta Timur. Tidak berbeda dengan di SD, di SMP dan SMA pun aku tidak pernah dapat rangking yang bisa dibanggakan. Selepas SMA di tahun 1988 secara 'ajaib' aku diterima di UNPAD melalui jalur SIPENMARU. Semasa kuliah sampai lulus pun tidak ada yang istimewa. Aku hanya lulus kuliah dengan IPK 2,4. Sungguh sebuah kisah perjalanan hidup yang tidak istimewa, tidak ada yang special.
Tapi tidak mengapa. Setelah aku pikir, aku tetap special dan istimewa karena setiap detil dari hidupku adalah special dan istimewa untukku. Kita semua special dan istimewa karena apa yang terjadi pada tiap-tiap slide kehidupan kita adalah hal-hal special dan istimewa dari Tuhan untuk kita. Menurutku, tidak harus biografi itu ditulis hanya untuk orang-orang yang special dan istimewa. Bahkan seorang pecundang boleh membuat dan memiliki biografi tentang dirinya.
Jatibarang, 23 Juni 2014
Tulisaja
Puasa
"Aku bingung lho mba, puasa kok malah bikin berat badanku bertambah" kata Surti kepada kakaknya di sebuah acara halal bihalal keluarga.
"Nda apa-apa, banyak kok yang seperti kamu, puasa sebulan tapi berat badan malah bertambah" timpal kakak Surti.
"Aku bisa lihat kok dari cara kamu menikmati setiap makanan di acara ini" lanjutnya sambil tersenyum.
"Memangnya gimana to mba cara aku menikmati makanan?" tanya Surti tersipu.
Kakak Surti menjawab sambil setengah berbisik, "kamu menikmati semua makanan seperti tidak ada kenyangnya"
Dan manambahkan, "aku bisa bayangkan bagaimana kamu berbuka puasa. Seperti saat kecil dulu, kamu kumpulkan semua makanan di siang hari padahal hanya sedikit saja makanan itu yang kamu makan saat berbuka puasa".
"Bedanya dengan sekarang, kamu sanggup habiskan samua makanan yang sudah kamu kumpulkan" pungkas kakak Surti sambil terkekeh.
Surti semakin tersipu, "mba ini bisa saja. Jangan begitu dong mba, nanti banyak pembaca yang terdinggung".
Mereka berdua pun tertawa dan melanjutkan 'hunting' menunya.
Cirebon, 24 Juni 2014
Tulisaja
Bolong
Saat meminjam pembolong kertas atau sering juga disebut perforator di bagian informasi sore tadi, ada sedikit diskusi mengenai alat tersebut. Diskusi terjadi karena salah seorang petugas di bagian informasi iseng bertanya "kenapa ya kok disebut pembolong kertas, bukan pelubang kertas?".
Saya pun balas bertanya "apa bedanya antara pembolong dan pelubang?".
"Sepertinya sama saja ya" jawab anak tadi.
Saya bilang "berbeda dong, kalau pembolong alat untuk melubangi sampai tembus atau bolong suatu objek, kertas misalnya. Sementara kalau pelubang alat untuk melubangi dan tidak sampai tembus.
"Oh jadi kalo bolong itu lubang yang sampai tembus ya?" tanyanya lagi.
"Iya, seperti itulah kira-kira" tukas saya.
"Jadi selama ini ada sebutan yang salah ya" lanjutnya.
"Maksudnya?" tanya saya tidak mengerti
"Lha kenapa orang selalu menyebut SUNDEL BOLONG? Karena lubang di punggungnya tidak tebus ke depan, mestinya kan disebut SUNDEL LOBANG" lanjutnya menjelaskan.
"Iya juga ya" gumam saya di tengah 'melongo' panjang.
Jatibarang, 30 Juni 2014
Tulisaja
Hati
Siang aku puasa
Malam aku hewan pemangsa
Hari ini aku sholat
Besok aku sesat
Kemarin aku taat
Hari ini dilaknat
Kini aku tobat
Mungkin besok khianat
Siapa yang tahu pasti
Hati manusia tidak bisa mati
Siapa yang bisa jamin
Hati teguh tak ikut angin
Hanya Allah yang kuasa membolak-balikkan
Memohon, maka aku memohon
Karena aku tidak akan bisa menjaganya
Tanpa karuniaNya
Jatibarang, 2 Juli 2014
Tulisaja
Sebuah Percakapan
Tiba-tiba seorang kawan, Rahmat Muharam, menyapaku melalui inbox facebook:
Selamat malam sobat
Aku menjawab sumringah:
Selamat malam kawan Muharam
Dan kawan Muharam melanjutkan diakhiri pertanyaan yang tidak aku duga:
Seperempat gelas kopi hitam disertai dua batang rokok membawa angan melayang .... sobat ,, apakahkita sudah tua...?
Lantas akupun menulis:
Seperti malam yang tidak bisa dicegah lagi, terus merangkak mendekati ajalnya
Kawan Muharam menimpali:
Sepertiga rambut hitam telah memutih, sepertiga gigi tanggal.. sepertiga penglihatan telah memudar.... digilas waktu....
Aku kembali menulis:
Semua tanda sudah menyapa
Siap memeluk usia renta
Biarlah takdir ikut menua
Tidak akan selamat jiwa meronta
Kawan Muharam pun masih membalas pesanku:
Isyarat telah dipelupuk mata, sementara sang jiwa masih terlunta lunta ..siapkah hamba...
Aku membaca akan kegamangan 'masa depannya' dan membalas:
Meredup tidak berarti padam
Padam tidak juga harus menghilang
Selama jejak-jejak sudah ditinggalkan
Tidak perlu pula prasasti diletakkan
Karena mata ini sudah sangat lelah, waktu pun sudah pukul 24.00, akupun dengan penuh penyesalan harus pamit dan mengakhiri obrolan ini:
Maaf kawan
Tubuh lemah ini memaksa untuk disandarkan
Sekedar menghapus sedikit nestapa dalam angan
Semoga esok akan tetap lahir sang jabang bayi harapan
Salam buat keluarga sekalian
Maka kawan Muharam menutup:
Biarkan malam menyelimuti kedamaian.. selamat beristirahat sobat
Satu pertanyaannya yang tidak sempat aku balas:
Adakah sobat menemukan kenikmatan tersendiri ketika kita membangunkan anak kita untuk bangun saur... tapi sianak malah 'peperengkelan' dibawah selimut...
Maaf kawan, aku terburu untuk terlelap semalam.
*sebuah percakapan dengan seorang kawan, Rahmat Muharam
Indramayu, 3 Juli 2014
Tulisaja
Seember Debat Kusir
Aku temukan seember debat kusir
Pada sebuah status Facebook tentang semangka dan pisang
Satu memuja penuh jilatan liar menggila
Lainnya menghina lemparkan dahak di kepala
Aku temukan seember debat kusir
Penuh lendir dari kalimat-kalimat berbau busuk dan hanyir
Mengental pekat sebarkan aura penuh laknat
Semangka atau pisang mana lebih nikmat
Aku temukan seember debat kusir
Masih juga tentang semangka dan pisang
Mengepulkan uap pekat permusuhan
Dari warna-warna norak kata-kata
Yang sungguh sudah hilang etika bahkan adabnya
Aku temukan seember debat kusir
Dari kumpulan curahan fikir yang seolah cerdas mengalir
Berbalut serapah jijik dari nalar terkupas
Menelanjangi aurat intelektualnya yang mentah
Kawan
Dari tadi aku sudah menemukan empat ember debat kusir
Masih juga tentang semangka dan pisang
Maukah kawan minum dan menelannya bersamaku saat ini juga
Indramayu, 7Juli 2014
Tulisaja
Doa Untuk Gaza
Ya Allah
Kuatkan hati mereka, sodara-sodara kami di Gaza
Mungkin itu cara Engkau menyayangi mereka
Engkau syahidkan mereka supaya bisa menjadi tamu-tamu mulia di surga
Wahai Allah
Indahnya Engkau berikan segala kondisi untuk jihad mereka
Kondisi yang Engkau telah tuliskan sebelum manusia Engkau cipta
Engkau berikan segala hati yang kuat untuk mati mulia mereka
Yang bila kami sendiri yang mengalami di sini
Mungkin kami tidak akan mampu menjemput ajal jihad suci
Ya Rabb
Himpunkanlah mereka kelak bersama barisan Rosul terkasihMu Rasulullahu Shallallahu Alaihi Wasallam
Aamiin
Indramayu, 8 Juli 2014
Tulisaja
Pintar
Antara pintar, pandai, cerdas, cerdik, licik, culas kadang sudah tidak jelas bagi mereka, tapi sangat jelas bagi yang memperhatikannya.
Indramayu, 5 Oktober 2014
Tulisaja
Fanatisme
Laksana berbincang tentang pelangi bersama orang buta
Bagai mendiskusikan keindahan simfoni dengan orang tuli
Seperti itulah kuatnya fanatisme mengikat hati
Jurus apapun kau terapkan tidak membuat rubah pendirian
So
Keep Calm
And play LED ZEPPELIN
Indramayu, 2 Desember 2014
Tulisaja
Hidayah
Hidayah
Hanya atas kehendak Allah dia datang menyapa
Sejuta kebenaran digelar
Tidak akan pernah bisa hati terbuka
Bila kehendak itu belum tiba
Hidayah
Bukan juga hanya ditunggu datangnya
Karena permohonan dan pencarianlah lantarannya
Yang menjadikan muncul sapanya
Hidayah
Tanpanya, hati akan selalu membenarkan nafsu
Syahwat menjadi panglima atas diri
Meredam kuat setiap ucap nurani
Semua menjadi benar atas restu sanubari mati
Ya Allah Ya Robbal alamin
Mohon tetap Engakau curahkan taufik dan hidayahMu
Bagi muslimin dan muslimat semua
Juga bagi orang-orang yang masih Engkau butakan mata hatinya
Jatibarang, 18 Juli 2014
Tulisaja
Doa Di Pagi Ini
Ya Allah, takdirMu bagi mereka terlalu rumit untuk aku fahami
Yang aku yakini Engkau maha adil maha perkasa
Maha berkehendak maha mengetahui
Semoga Engkau masukkan semua mujahid Palestina ke dalam surgaMu
Engkau hilangkan rasa sakit bagi yang terluka seperti Engkau mengangkat rasa panasnya api terhadap hambaMu Ibrahim As.
Aamiin
Indramayu, 11Juli 2014
Tulisaja
Terus Mau Apa?
TERUS MAU APA?
Yang aku mau dia
Yang Allah mau bukan dia
Tus mau apa?
Yang aku inginkan itu
Yang Allah inginkan ini
Terus mau apa?
Yang aku angankan BukanAtaaa yanzsg Allah tetapkan
Terus mau apa?
Inginnya begitu
Kata Allah begini aja
Terus mau apa?
Aku berharap
Allah tidak kabulkan
Terus mau apa?
Semua sudah ditulis
Tintapun sudah kering
Terus mau apa?
Jalani saja
Bersyukur
Sabar
Ikhlas
Terus mau apa?
LA HAULA WALA QUWWATA ILLA BILLAH
Jatibarang, 12 Juli 2014
Tulisaja
Trademark Palsu
Aku selalu merasa kasihan dengan orang-orang yang setiap saat harus hidup di dalam peran yang tidak dia ingini. Keterpaksaan menjalani akan menjadi duri yang menancap dalam di kaki yang memunculkan rasa sakit di setiap langkahnya.
Kepura-puraan, baik terhadap orang lain maupun terhadap diri sendiri akan menjadi beban yang harus dipikulnya sepanjang perjalanan hidupnya.
Orang yang dinilai sederhana, dan penilaian itu menjadi "trademark"nya, maka alangkah tersiksanya dia bilamana dia terlanjur membanggakan penilaian itu dan ternyata itu tidak sesuai dengan senyatanya. Ada banyak alasan saat dia membanggakan penilaian itu yang belakangan dia sesali.
Kehidupan semacam ini seperti penyiksaan abadi yang, tanpa sengaja, orang berikan untuknya. Terlebih kalau sudah ada pertentangan antara "trademark" tersebut dan nurani di dalamnya.
Bayangkan seorang anak yang mengenakan baju pilihan ibunya yang baju tersebut sungguh tidak dia suka. Anak ini sungguh akan tersiksa batinnya sepanjang pesta.
Anehnya, sekarang banyak orang yang "betah" mengenakan baju yang tidak dia sukainya.
Jatibarang, 13 Juli 2014
Tulisaja
Mandeg
Aku tengah mengalami kemandegan ide. Semakin aku berusaha menggali, semakin buntu untaian imajinasi. Lirih suara kreatifitas meneriakkan kepanikan seolah mencoba melepaskan diri dari dekapan khayalan beku.
Aku hempaskan sebait yang baru saja aku rangkai. Sungguh, aku tidak suka rangkain itu. Sebait rangkaian yang pucat, dingin dan hampir tanpa ekspresi, tanpa makna. Aku coba kumpulkan lagi serakan kata-kata, tapi sekali lagi aku dapatkan rangkaian tadi, rangkaian yang pucat, dingin dan hampir tanpa ekspresi, tanpa makna.
Aku hempaskan lagi, dan kali ini aku biarkan kata-kata itu berserakan sebagai mana masing-masing nasibnya terkapar. Lama aku pandangi setiap kata, satu per satu. Tidak ada yang salah dari setiap perangainya.
Aku tatap satu kata, yang ini sungguh memikat. Aku coba menggali setiap kemungkinan maknanya, buntu. Aku coba terus menggali, dia menyeringai. Semakin aku pandang, seringainya semakin mengancam. Akhirnya aku tidak sanggup lagi menatap, kepalaku pening, perutku mual menggila. Aku muntah lalu pingsan.
Indramayu, 16 Juli 2014
Tulisaja.
Tanya
Siang tadi aku bertanya pada matahari
Siapakah yang menjadi pemenangnya nanti
Dia diam, malah hampir murka
Pancarkan sinar panasnya lebih dari biasa
Aku fahami, sungguh dia tidak tahu jawabnya
Malam ini akupun tanya hal itu pada rembulan
Juga dia diam, dengan senyum masam yang dipaksakan
Aku mengerti, bulanpun tidak tahu siapa
Bintang juga aku tanya
Siapa yang akan jadi pemenangnya
Dia malah murung redupkan sinarnya
Lalu dia lari bersembunyi
Hindari cecaran tanya yang sama
Wahai
Kalau semesta saja belum tahu jawabnya
Siapalah kita yang sudah terlalu lancang menerka
Suatu perkara yang mutlak di bawah kuasaNya
Indramayu, 21 Juli 2014
Tulisaja
Petuah
Hidup pernah berpetuah kepadaku tentang satu hal berkaitan dengan manusia, yang sampai saat ini masih aku taati. Dia bilang "jangan pernah percaya kepada siapapun".
Indramayu, 22 Juli 2014
Tulisaja
Negara Para Pem-Bully
Ini negara para pem-bully dimana banyak orang punya kegemaran untuk mem-bully orang lain. Semakin merana orang yang di-bully, semakin bahagia mereka. Sepertinya hanya mem-bully-lah satu-satunya yang bisa membuat mereka bahagia.
Pelajaran untuk mem-bully sudah diberikan kepada anak sejak usia sekolah. Selesai sekolah dasar, anak-anak akan meneruskan ke pendidikan menengah pertama melalui suatu gerbang penuh bully bernama MOS. Saat MOS selalu ada korban dan pelaku. Pelaku adalah senior dan korban adalah junior. Begitu berlanjut sampai sekolah menengah atas bahkan pada tingkat pendidikan sarjana.
Bahkan di dunia lawak, mem-bully menjadi salah satu kiat lawak yang masih laris manis dijual. Begitu terpingkal dan bahagianya mereka saat menyaksikan ada adegan mem-bully di sebuah pertunjukkan. Selera humor masyarakat di negara ini memang masih menyukai jenis lawak semacam ini.
Sebuah saduran dari artikel di internet menyebutkan faktor-faktor yang menjadi penyebab adanya bully menurut Coloroso (2006: 44-45) adalah :
1. Ketidakseimbangan Kekuatan (Imbalance Power).
Bully bukan persaingan antara saudara kandung, bukan pula perkelahian yang melibatkan dua pihak yang setara. Pelaku bully biasanya orang yang lebih tua, lebih besar, lebih kuat, lebih mahir secara verbal, lebih tinggi secara status sosial, atau berasal dari ras yang berbeda.
2. Keinginan Mencederai (Desire to Hurt).
Dalam bully tidak ada kecelakaan atau kekeliruan, tidak ada ketidaksengajaan dalam pengucilan korban. Bully berarti menyebabkan kepedihan emosional atau luka fisik, melibatkan tindakan yang dapat melukai, dan menimbulkan rasa senang di hati sang pelaku saat menyaksikan penderitaan korbannya.
3. Ancaman Agresi Lebih Lanjut. Bully tidak dimaksudkan sebagai peristiwa yang hanya terjadi sekali saja, tapi juga repetitif atau cenderung diulangi.
4. Teror
Unsur keempat ini muncul ketika ekskalasi bully semakin meningkat. Bully adalah kekerasan sistematik yang digunakan untuk mengintimidasi dan memelihara dominasi. Teror bukan hanya sebuah cara untuk mencapai bully tapi juga sebagai tujuan bully.
Tertarik pada point 4, intimidasi merupakan salah satu bentuk bully untuk menciptakan teror demi memelihara dominasi. Sepertinya bully jenis ini belum lama dipertontonkan oleh para tokoh.
Indramayu, 23 Juli 2014
Tulisaja
Ini Tentang
Ini tentang embun
Yang menagis pilu
Saat harus menetes dari ujung daun
Ini tentang daun
Yang murung duka
Saat harus terlepas dari rantingnya
Ini tentang hujan
Yang meraung menyayat
Saat harus terhempas di bumi
Ini bukan tentang romantisme sepasang kekasih
Yang harus berpisah
Saat ego merajai nurani
Ini tentang sakarutul maut yang pasti datang
Saat jiwa ditakdirkan meninggalkan badan
Ya Robb
Bisakah sakitnya aku nikmati?
Jatibarang, 24 Juli 2014
Tulisaja
Pinocchio
PINOCCHIO
"Ada yang bisa saya bantu tuan?" tanya pelayan pet shop kepada seorang konsumen asing dengan bahasa ingerisnya yang fasih.
Konsumen, yang ternyata warga negara Amerika menjelaskan bahwa dia tengah mencari seekor anak anjing dari jenis anjing yang mempunyai tampilan wajah lugu dan bodoh juga penurut, untuk hadiah ulang tahun anak rekan bisnisnya di Indonesia.
Sang pelayan garuk-garuk kepala karena kebetulan dia belum lama bekerja di tempat itu, jadi dia belum hafal jenis-jenis anjing. Dia coba mengamati satu per satu anak anjing dari tiap-tiap kurungan di tokonya. Akhirnya dia temukan seekor dari sekelompok anak anjing yang mempunyai tampilan lugu dan bodoh.
Setelah sejenak dia menimbang-nimbang, akhirnya dia tawarkan anak anjing itu kepada konsumen tadi, dan langsung disetujui.
"Maaf tuan, akan diberi nama siapa anak anjing ini? Nanti akan kami cantumkan pada sertifikat dan kalungnya" tanya pelayan.
"Kalau SUPERMAN bagaimana?" konsumen tadi balik bertanya.
Pelayan sejenak berfikir, "menurut saya kurang pantas tuan, karena wajahnya lugu, nama SUPERMAN kurang pas".
"Kalau BATMAN?"
"Kurang bagus tuan". kata pelayan
"Gimana kalau SPIDERMAN?"
"Ah tuan suka super hero seperti saya rupanya, yang lain saja tuan, yang sedikit sesuai dengan jenis anjing ini" pelayan tadi memberi saran.
"Bagaimana kalau PRESIDENT?"
"Wah jangan tuan, di sini sebutan itu sedang sensitif. Saran saya jangan tuan, takut kalau-kalau ada yang tersinggung".
"Tapi saya merasa cocok dengan nama itu" kata konsumen mulai bosan mencari-cari nama.
"Sebaiknya jangan tuan, saya khawatir".
"Begitu ya?, okay, beri saya waktu sebentar untuk mencari nama yang cocok"
"Baik tuan, saya menunggu"
Konsumen tadi terlihat serius berpikir, cukup lama, dan akhirnya "ya sudah lah, saya namakan saja anak anjing ini PINOCCHIO".
"Deal" sergah sang pelayan.
Jatibarang, 25 Juli 2014
Tulisaja
Setengah
Aku melihat manusia
Kepalanya setengah
Tertawanya keras
Bicaranya lancang
Bahasanya kasar
Aku melihat manusia
Hatinya separuh
Sisanya batu
Menentang firman
Menantang Tuhan
Aku melihat manusia
Jiwanya pecah
Berserak hilang arah
Semua yang terjadi
Akan jadi serapah
Aku melihat manusia
Senyumnya adalah seringai
Dalam mimpiku tadi malam
Jatibarang, 27 Juli 2014
Tulisaja
Merokok Membunuhmu (1)
Tiga orang anak umur sekitar tiga empat belasan tahun malu-malu membeli sebungkus rokok di tempat aku biasa istirahat siang dengan segelas teh tubruk.
Secara iseng aku bilang ke salah seorang anak "awas lho, merokok membunuhmu".
Tanpa aku duga, anak tersebut membalas keisenganku "ah, kalau memang waktunya mati, ya mati, walau tidak merokok".
Aku ingin menjelaskan " dik, ini bukan perkara mati atau hidup. Ini perkara membunuh. Kalau kamu dibunuh lalu langsung mati, itu tidak akan menjadi masalah buatmu. Yang jadi masalah, kalau kamu dibunuh tapi tidak mati-mati. Itu akan menjadi siksaan seumur hidup untukmu"
Tapi aku urung menjelaskan mengingat umur mereka. Aku khawatir mereka tidak bisa memahami penjelasan semacam itu, sementara itu satu-satunya penjelasan yang aku punya untuk MEROKOK MEMBUNUHMU.
Jatibarang, 28 Juli 2014
Tulisaja
Merokok Membunuhmu (2)
Tidak ada satupun alasan objektif yang menguatkan pernyataan bahwa merokok bermanfaat. Alasan yang ada lebih bersifat pembelaan terhadap pemenuhan nafsu yang sudah terlanjur dibalut candu.
Berikut ini saduran dari sebuah artikel di internet:
Hasil penelitian kedokteran di zaman sekarang memperkuat penemuan dunia kedokteran di masa lampau bahwa merokok menyebabkan berbagai jenis penyakit kanker, penyakit pernafasan, penyakit jantung, penyakit pencernaan, berefek buruk bagi janin, juga merusak sistem reproduksi, pendeknya merokok merusak seluruh sistem tubuh.
Oleh karena itu, seluruh negara menetapkan undang-undang yang mewajibkan dicantumkannya peringatan bahwa merokok dapat mebahayakan kesehatan tubuh pada setiap bungkus rokok.
Karena itu, sangat tepat fatwa yang dikeluarkan oleh berbagai lembaga fatwa di dunia Islam, seperti fatwa MUI yang mengharamkan rokok, begitu juga Dewan Fatwa Arab Saudi yang mengharamkan rokok, melalui fatwa nomor: (4947), yang menyatakan, “Merokok hukumnya haram, menanam bahan bakunya (tembakau) juga haram serta memperdagangkannya juga haram, karena rokok menyebabkan bahaya yang begitu besar”.
Dari artikel itu bisa disimpulkan bahwa merokok tidak bermanfaat dunia akhirat.
So?
Jatibarang, 31 Juli 2014
Tulisaja
Merokok Membunuhmu (3)
MEROKOK MEMBUNUHMU (part 3)
Saat akan memutuskan untuk berhenti merokok, banyak penentangan dari diri sendiri berupa gambaran-gambaran tidak mengenakkan tentang hari-hari tanpa rokok.
Tergambar tidak nyamannya kesendirian tanpa ditemani rokok. Terbayang kakunya "kongkow" dengan teman-teman, yang hampir semuanya perokok, tanpa ikut merokok. Belum lagi teringat betapa akan tersiksanya diri saat harus ke toilet tanpa rokok.
Keraguan untuk mengambil keputusan serius ini semakin menjegal keberanian bersikap. Kekhawatiran tidak akan konsitennya diri terhadap apa yang sudah diputuskan semakin mengembangkan keraguan.
Berbulan berkutat pada keraguan mengambil keputusan. Sebuah keputusan mudah yang dibuat sulit oleh ego diri. Benar, ego-lah sebenarnya yang membuat keputusan sederhana ini menjadi sulit. Menyadari tidak adanya alasan positif untuk meneruskan kebiasaan merokok itu, akhirnya diputuskan juga untuk berhenti.
Kini, setelah berbulan menjalani hidup tanpa merokok, ternyata semua gambaran 'susahnya hidup tanpa merokok' tidak terbukti. Menjalani hidup tanpa merokok ternyata membuat AKU RA PO PO.
Jatibarang, 2 Agustus 2014
Tulisaja
Cek Cek Cek Cek
CEK CEK CEK CEK
"Cek cek cek cek"
Suara cicak di kusen pintu itu mengusik keasikan Bewok yang tengah menikmati hari liburnya.
"Cek cek cek cek"
Kembali cicak itu berbunyi, seolah memanggil Bewok untuk mendekat. Bewok beranjak dari terbaringnya mengikuti rasa penasarannya, mendekati cicak di kusen pintu itu.
"Ada apa cicak? Kau ingin bilang apa?" tanya Bewok setelah cukup dekat dengan cicak itu.
Tidak ada jawaban.
"Kau mempermainkan aku kah?"
Cicak itu tetap diam.
"Dasar cicak, tadi kau panggil aku, sekarang kau malah diam saja. Cepatlah kau bilang padaku. Kau ingin bilang apa padaku?" paksa Bewok, mulai jengkel.
Masih diam.
"Huh, cicak bau, kau memang hanya ingin menggangguku ya? Sebentar, apa memang seperti ini baumu?" Bewok habis kesabaran.
Bewok kembali ke pembaringannya dan melanjutkan istirahatnya. Di batas sadar dan tidurnya, Bewok mendengar suara berkata "dasar manusia, mahluk aneh".
Bewok menoleh ke kusen pintu langsung ke arah cicak tadi. Dia yakin sekali kalau cicak itulah yang berbicara. Tanpa beranjak, dia bertanya untuk meyakinkan sangkaannya, "bagaimana?".
Diam tidak ada jawaban.
Bewok melanjutkan, "barusan kau bilang manusia mahluk yang aneh, maksudnya bagaimana? Kalau kau bilang manusia aneh, mungkin sama seperti aku bilang bahwa kau mahluk aneh. Kita beda rupa, masing-masing saling tuduh mahluk aneh. Memang aku tidak banyak tahu tentang kau. Yang aku tahu, kau mahluk paling efisien menggunakan air sampai-sampai urinmupun padat berwarna putih yang kau buang bersama kotoran hitammu".
Aku duga kau suka minum kopi. Buktinya sering aku dapatkan kau berkubang di gelas sisa kopiku.
Aku juga tahu, kau ada di sebuah lagu anak-anak. Apakah kau tahu lagu itu? Dan dari lagu itupun aku tahu kenapa kau tidak pernah protes ke Tuhan. Kau tidak protes "Tuhan, kenapa Kau beri aku keistimewaan bisa berjalan di dinding dan langit-langit? Kenapa tidak Kau beri aku sayap supaya aku bisa terbang karena kebanyakan makananku adalah mahkuk kecil yang bisa terbang?". Karena lagu itu bilang "diam-diam merayap, datang seekor nyamuk, hap lalu kau rangkap".
"Diam-diam merayap. Kau tidak ribut saat mencari rejekimu. Kau tidak perlu gembar-gembor tentang langkahmu. Kau tidak perlu wartawan dan media berita untuk semua kerjamu".
"Datang seekor nyamuk, hap lalu kau tangkap. Kau yakin sekali rejekimu akan datang. Lagu itu tidak bilang 'kejar seekor nyamuk'. Kau yakin benar tentang rejeki"
"Itulah yang aku maksud" potong suara itu.
"Kenapa manusia begitu menggila mengejar rejekinya? Sampai-sampai polahnya seperti kisah seekor ayam yang di kakinya tersangkut kantong kresek. Tidak yakinkah manusia kalau rejekinya akan datang bahkan pergi sesuai apa yang sudah Tuhan tuliskan?" lanjut suara itu panjang.
Bewok tercengang sambil terus memandangi bangkai cicak yang sudah membau dengan setengah tubuhnya tergencet pintu.
Indramayu, 6 Agustus 2014
Tulisaja
Debat Kusir
Subuh hari, Pak Kusir sudah harus mengantar Bapak Imron ke pasar desa dengan delmannya. Di tengah perjalanan, kuda penarik delman buang angin dengan mengeluarkan suara yang cukup keras. Pak Imron secara spontan berkomentar, "rupanya kuda Pak Kusir masuk angin ya".
Pak Kusir menanggapi, "bukan Pak, yang jelas dia keluar angin".
Pak Imron, sebagai satu-satunya sarjana di desa tidak mau kalah, "Iya, itu karena dia masuk angin".
"Belum tentu masuk angin Pak, tapi yang jelas dia keluar angin".
"Masuk angin"
"Keluar angin"
"Masuk angin"
"Keluar angin"
"Masuk"
"Keluar"
"Masuk"
"Keluar"
Dan kudapun tersenyum sepanjang sisa perjalanan.
Indramayu, 6 Agustus 2014
Tulisaja
Kikir (2)
Seorang sahabat yang sudah dimahfumi sebagai orang yang kikir menyapa dan mengomentari rambutku yang baru dipangkas. Dia bilang "weeh rambut baru nih bro, jadi kelihatan lebih muda dua bulan".
Orang lain mungkin akan bilang lebih muda lima tahun atau sepuluh tahun. Lihatlah, dia hanya kasih dua bulan saja untuk hal yang sama sekali tidak akan merugikannya.
Kikir merupakan penyakit hati. Sifat ini muncul dilatarbelakangi perasaan takut kehilangan atau berkurangnya apa yang sudah dimiliki. Lupa bahwa semua yang dimiliki adalah tidak mutlak menjadi miliknya.
Untuk orang kikir, orang Betawi punya ungkapan seperti ini "ya elaaa, jangankan hartenye, dosenye aje mao lu pinte, kaga bakal dikasi".
Eit dah.
Jatibarang, 4 Nopember 2014
Tulisaja
Kikir
KIKIR
Suatu sore di sebuah warung kopi, Bewok mendapatkan gerutuan seorang temannya sesama pengamen lampu merah. Temannya menggerutu bahwa dia baru saja kehilangan uang sebesar sepuluh ribu rupiah.
"Sudahlah, tidak usah kau pikirkan, minumlah dulu, biar aku yang traktir", hibur Bewok.
"Bukan begitu Wok, lama aku kumpulkan uang seratus ribu, saat sudah terkumpul, sekarang malah hilang sepuluh ribu, sial" ujar temannya gusar.
"Lho kan uangmu masih sembilan puluh ribu to?, masih untung yang hilang yang sepuluh ribu. Lha gimana kalau yang hilang yang sembilan puluh ribu? Ya sudah, diminum dulu itu kopinya", Bewok berusaha menghibur.
"Yaaaa tapi kan tidak genap seratus ribu lagi. Ini benar kau yang traktir Wok? Boleh ya aku tambah kopinya" pinta temannya setelah segelas kopinya tandas.
Bewok tersenyum, "iya, biar aku yang bayar kopinya".
Setelah gelas kedua kopinya tersaji, belum juga terlihat tanda kegusaran di hati temannya itu reda. Bewok masih mendengar gerutuan yang kini lebih bernada umpatan, entah kepada siapa.
Penuh juga akhirnya guci kesabaran Bewok untuk menampung semua gerutuan temannya itu dan sambil menyodorkan selembar uang sepuluh ribuan, Bewok berkata "sudahlah, tidak usah kau pikirkan lagi uang sepuluh ribumu yang hilang. Ini aku ganti sepuluh ribumu".
Sambil menerima uang sepuluh ribu dari Bewok, temannya masih juga menggerutu "kalau saja uangku tidak hilang, pastinya sekarang aku punya seratus sepuluh ribu, sial".
Bewok masih tersenyum dan lantas meninggalkan temannya itu setelah membayar minum.
Kamarin, saat pulang kampung, setelah lima belas tahun peristiwa itu, Bewok berjumpa lagi dengan temannya. Dia jumpai temannya kini sudah menjadi orang yang kaya raya.
Jatibarang, 7 Agustus 2014
Tulisaja
Memberi
Seorang teman pernah mengeluh suatu hal, begini "aku suka jengkel pada ibuku. Setiap kali aku bawakan sesuatu yang dia sukai, buah-buahan atau kue misalnya, malah dibagi-bagikannya ke siapa saja yang ada di rumah, bahkan ke tetangga. Padahal itu aku bawakan hanya untuknya, untuk menyenangkannya.
Kawan, terkadang sangka kita suka salah. Kita menyangka dengan memakan makanan kesukaan yang kita berikan untuknya, beliau bisa menikmatinya dan merasa senang. Padahal beliau lebih bisa menikmati makanan itu dengan berbagi dengan orang lain, tidak dengan memakannya semua sendiri. Padahal justru dengan begitu beliau merasa senang.
Ingat kawan 'tugas' amal kita hanya sampai kepada memberi kepada beliau. Hanya sampai di situ. Selanjutnya, terserah beliau mau diapakan pemberian dari kita.
Indramayu, 11 Agustus 2014
Tulisaja
Relatif
RELATIF
Aku kaya juga miskin
Aku pintar juga bodoh
Aku baik juga buruk
Aku bagus juga jelek
Aku benar juga salah
Aku ini juga itu
Aku berada pada suatu pusaran ukuran relatif yang membuat aku ini sekaligus itu.
Jatibarang, 10 September 2014
Tulisaja
Gunjing
Saat kita membicarakan orang lain pada seseorang, sesungguhnya kita tengah membuka satu keburukan diri kita.
Saat kita mendengarkan seseorang membicarakan orang lain, tidakkah terlintas bahwa suatu saat kitalah yang menjadi objeknya.
Saat beberapa orang membicarakan seseorang, mereka layaknya tengah bancakan bangkai saudaranya itu.
Saat tidak ada satupun orang yang membicarakan orang lain, sesungguhnya seperti itulah sebaiknya sebuah majelis.
Saat sekelompok orang di satu tempat sama sekali tidak ada yang berbicara, semua terdiam, kalau tidak sedang mengheningkan cipta, pasti mereka masing-masing tengah on line pada gadgetnya.
Indramayu, 18 Agustus 2014
Tulisaja
Anak
ANAK
Di ruang tunggu stasiun Tawang Semarang, seorang bapak duduk sendiri sambil menikmati kopi dari cangkir kertas yang barusan dia beli di kios roti stasiun. Tidak lama kemudian, di selang satu bangku sisi kirinya, duduk seorang anak muda.
Sementara jiwa raganya tetap asik tenggelam pada gadgetnya, anak muda tadi hanya memberi senyum, sebagai pengganti basa-basi, sejenak sebelum dia duduk dan kembali asik dengan dunianya. Sementara bapak dengan secangkir kopi, setelah membalas senyuman, juga kembali asik dengan kopi dan lamunannya.
Sekedar mengusir bosan, bapak tadi bertanya "anak ini hendak kemana?".
Anak muda tadi tanpa menghentikan perhatiannya pada gadget, menjawab singkat "ke Cirebon pak".
"Sama, bapak juga hendak ke Cirebon", dan mereka kembali terdiam.
Cukup lama, kemudian si bapak melanjutkan "bapak baru saja pulang menengok anak bapak. Dia bekerja di Semarang ini sambil meneruskan kuliahnya. Sudah lama sekali bapak tidak berjumpa dengannya".
Si bapak terus bercerita tanpa perduli ceritanya diperhatikan atau tidak. Dia hanya perlu bercerita sekedar meringankan rasa gundah dan khawatirnya. Sementara si anak muda juga tetap tenggelam dalam berbagai aplikasi dari gadgetnya.
"Tapi sayang, bapak tidak berhasil menemuinya. Rumah tempatnya mengontrak kosong dengan lampu teras rumah yang menyala, tanda dia pergi ke luar kota. Entah kapan bapak bisa menjumpainya. Hm, padahal bapak sangat merindukannya".
"Sudah cukup lama bapak tidak berjumpa dengannya. Hampir tiga tahun, sejak dia memutuskan untuk pindah ke kota ini. Kebetulan dia mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan keinginannya sekalian dia teruskan kuliahnya".
"Ah maaf, tidak semestinya bapak curhat ya" si bapak berbasa-basi mengetahui anak muda itu sungguh tidak memperhatikannya.
Kembali mereka terdiam, sementara batin mereka juga kembali ke dunianya masing-masing.
Sampai suatu saat, si bapak ragu dengan nomor kereta dan kursi yang tertera pada tiket. Akhirnya dia memberanikan diri untuk sekali lagi mengganggu anak muda di sampingnya itu.
"Nak, boleh bapak minta tolong sebentar. Tolong lihatkan nomor kereta dan nomor kursi di tiket bapak ini, bapak lupa membawa kaca mata waktu berangkat sore kemarin. Jangankan untuk membaca, untuk melihat orang saja, hanya tergambar sosoknya" pinta si bapak ragu-ragu, khawatir kalau-kalau si anak muda itu tidak berkenan.
Anak muda menghentikan aktifitas bersama gadgetnya, lalu menoleh ke si bapak untuk membantu, lalu "lho bapak dari mana? Kok ada di sini? Ini aku loh pak, anak bapak".
Jatibarang, 18 Agustus 2014
Tulisaja
Menilai
"Jadi, anytime kita mau makan apa saja, hajar aja ya, hayu" kata seorang wanita di iklan pasta gigi pada penggalan akhir narasinya.
Kalau kita menilai kalimat di atas hanya berdasarkan kalimat itu saja, tanpa menyertakan narasi panjang sebelumnya, akan muncul kesan rakus. Bayangkan, kapan saja dan apa saja yang kita ingin makan, kita akan makan. Sudah tidak ada lagi perhitungan atau pertimbangan. Kata "hajar" lebih mempertegas kesan rakus yang muncul.
Tapi bila kita mengikuti narasi iklan secara keseluruhan, kesan rakus tidak muncul. Kalimat terakhir dari iklan tersebut hanya ingin berpesan bahwa kita tidak perlu khawatir lagi untuk makan, karena gigi sudah tidak sensitif lagi dan tidak akan merasakan sakit lagi.
Lihatlah, bagai mana informasi yang tidak lengkap, informasi setengah-setengah, informasi yang hanya ujungnya saja dapat melencengkan pengambilan kesimpulan atau persepsi atau penilaian kita terhadap sesuatu.
Kalau hal seperti ini kita alami untuk mengambil kesimpulan atau penilaian terhadap seseorang, sikap seseorang, tindakan seseorang, dikhawatirkan yang muncul justru fitnah.
So, hati-hati dengan sepenggal informasi, informasi yang tidak lengkap, informasi yang ujungnya saja.
Hati-hati untuk menilai seseorang. Sikap amannya, kita tidak perlu menilai orang lain. Kalaupun harus menilai orang lain, itu hanya untuk diri sendiri, tidak untuk dipublikasikan. Sebagaimanapun gatalnya keinginan mulut ini untuk mengungkapkan, tahan saja hasil penilaian itu di dalam hati, karena fitnah terjadi karena adanya pengungkapan.
Terakhir, hati-hati di jalan, matikan kompor dan alat listrik lainnya sebelum berangkat (lhoooo ndak nyambung ya?).
Jatibarang, 20 Agustus 2014
Tulisaja
Legowo
Aku nasihatkan kepada anakku, "nak, kalau kau merasa dicurangi oleh lawanmu, biarkan saja. Tidak perlu kau menggugat siapa-siapa. Legowo saja nak. Terima saja hasilnya"
"Nak, kalau kau di jahili temanmu, biarkan saja. Tidak usah kau balas. Biarkan saja, bahkan disaat semua teman-temanmu jadi ikut-ikutan menjahilimu. Biarkan saja. Legowo saja nak".
"Nak, kalau kau didzolimi, biarkan saja. Legowo saja nak".
"Pokoknya nak, apapun perlakuan mereka, biarkan saja, terima saja, legowo saja nak".
Dan kemungkinan aku akan dapatkan anakku menjadi orang yang lemah secara sosial kelak. Aku juga akan dapatkan diri ini sebagai orang yang gagal faham tentang arti legowo.
Indramayu, 21 Agustus 2014
Tulisaja
Nasihat
NASIHAT
"Nak, mungkin kau begitu cerdasnya. Semua penjelasan gurumu dengan tangkas kau tangkap. Kau catat semua dalam buku catatanmu. Sewaktu ujian bahkan kau "libas" setiap soal dengan mudahnya".
"Tapi ketahuilah nak, orang yang mengetahui sesuatu melalui penjelasan seseorang, seperti melihat cakrawala lewat jendela kamarnya dan orang yang mengetahui sesuatu melalui membaca banyak buku, seperti melihat alam semesta dari halaman rumahnya".
"Jadi jangan kau berhenti pada penjelasan gurumu saja. Jangan kau manjakan rasa malasmu nak. Lawan dia dengan kegigihanmu. Jangan biarkan dia melenakanmu, membuaimu dalam kenyamanan yang menipu. Hajar dia selumat-lumatnya dan bila perlu musnahkan dia. Keraslah kau pada dirimu, maka kelak dunia akan lunak terhadapmu. Sebaliknya nak, kalau kau lunak pada dirimu, jangan salahkan siapapun bila kelak dunia akan keras terhadapmu".
"Kaliber seseorang tidak semata ditentukan oleh cermerlangnya nilai-nilai di raportnya, bukan juga kehebatannya di arena pertarungan. Kaliber seseorang juga ditentukan oleh bagaimana dia bersikap terhadap kehidupan dan kepada Yang Memberi Kehidupan".
"Nak keunggulan seseorang di masa nanti adalah ahlaq yang baik, maka teruslah kau perbaiki ahlaqmu".
Aku sampaikan "segerobak" nasihat ini untuk anakku, sementara dia tetap asyik dengan gadgetnya. Entahlah, dia mendengarkan atau tidak.
Cirebon, 26 Agustus 2014
Tulisaja
Sudah Jadi
SUDAH JADI
"Weleh, jenengan sudah jadi presiden to? Hebat hebat. Aku ndak nyangka. Wong jenengan ngetop saja anyaran. Kok bisa jadi ya?" tiba-tiba orang tua itu muncul di hadapanku di samping gapura pasar, membuat darahku terkesiap ke sekujur mukaku.
Aku rasakan setiap rambut di tubuh ini meremang mengiringi rasa kaget dan ngeri menyaksikan mata merah menyala orang tua itu.
Setelah aku menghindar, dia tetap melanjutkan racauannya. Sambil terus memandangi aku, "katanya susah ya kalau kepingin jadi presiden? Harus punya banyak prestasi. Harus punya banyak jasa. Harus punya banyak uang. Tapi kalo sudah jadi katanya enak luar biasa ya?".
"O iya, aku inget. Jenengan punya jasa yang gwede ndak ketulungan buat bangsa ini. Aku pernah baca daftar prestasi jenengan. Panjang, sampe ratusan baris. Aku sampe ndak selesai bacanya. Tapi yang paling aku ingat ya mobil SMK itu. Eh, ngomong-ngomong apa kabarnya mobil SMK-nya. Aku yakin jenengan pasti ndak lupa sama mobil itu. Wong mobil itu to yang bikin jenengan melambung sampe nyantol di langit? Atau mungkin jenengan mau bikin jadi mobil kepresidenan? Weleh hebat buanget itu".
"Aku ada titipan pesen dari temen-temen. Katanya, jangan lupakan mereka. Kalo ndak karena mereka ya jenengan ndak akan bisa jadi presiden. Kalo ndak bisa bikin seneng, ya paling tidak jangan bikin sengsara gitu. Jangan sampe jenengan kasih kebijakan yang bikin susah. Jangan sampe jenengan menaikan harga BBM. Walah jangan sampe itu. Walau mereka anggap jenengan seperti dewa, kalo lapar mereka juga bisa marah to? Awas, jenengan jangan sampe khianati mereka, nanti bisa kualat. Kalo soal temen-temen deket jenengan, sesengsara-sengsaranya mereka, masih bisa makan enak. Paling-paling tidurnya saja yang kurang nyaman. Lho, ini tentang temen-temen jenengan yang sudah pilih jenengan di kampung-kampung miskin. Iya, mereka. Lho jenengan lupa to? Masa? Ndak mungkin jenengan lupa. Wong dulu waktu kampanye jenengan ngobrol kok sama mereka. Ya itu, mereka itu loh".
"Ya sudahlah kalo jenengan sudah lupa. Diinget-inget juga percuma to. Wis lupa ya lupa. Jangankan sama mereka. Wong sama aku saja jenengan sudah lupa. Aku ajak bicara, jenengan malah menghindar. Apa jenengan takut sama aku? Kalo orang takut biasanya punya salah. Memangnya jenengan punya salah apa to? Tapi ndak apa-apa. Aku toh ndak rugi apa-apa dilupain sama jenengan. Yang penting jenengan jangan lupa sama pesen temen-temen tadi".
"Kalo jenengan tiba-tiba ...".
Orang tua itu terus meracau. Sementara hari semakin panas, aku tinggalkan pintu pasar itu sambil terus menduga-duga apa sebab yang membuat bapak tua tadi jadi seperti itu.
Jatibarang, 25 Agustus 2014
Tulisaja
Masa Kini
(Edisi Serius)
Di tiap-tiap masa orang selalu bilang "aduh sekarang sih susah, harga-harga serba mahal, lebih enak dulu, semuanya serba murah". Belum pernah ada yang bilang "aduh sekarang sih enak, harga-harga serba murah, dibanding dulu, harga-harga serba mahal".
Sebagian orang menganggap masa lalu selalu lebih menyenangkan dibandingkan dengan masa kini. Dengan kata lain, orang menjadi lebih cocok bila hidup di masa lalu.
Penilaian seperti ini sah-sah saja. Hanya saja kalau direnungkan kembali, akan muncul pertanyaan "kalau seperti ini terus, kapan kita akan berada pada suatu masa yang aktual dan itu cocok dengan harapan kita?". Sepertinya kita tidak akan pernah bertemu dengan masa itu.
Kalau ada penilaian seperti itu, aku melihatnya sebagai suatu gejala gagal mengikuti jaman. Kita selalu tertinggal dan tidak pernah berhasil dalam proses penyesuaian diri terhadap situasi aktual. Menilai masa lalu selalu lebih enak dibandingkan dengan masa kini adalah pengungkungan jiwa, membenamkan angan pada keindahan masa yang sudah lewat. Setiap masa memiliki takdirnya masing-masing.
Memang kita tidak akan pernah menemukan lagi harga-harga yang murah seperti di masa lalu di masa kini. Tetapi masalah enak tidak enaknya hidup adalah masalah bisa tidaknya kita menikmati hidup dengan setiap keadaannya. Ini tergantung pada cara pandang atau respon hati kita pada setiap masalah bahkan pada setiap anugerah.
Maka jadikanlah tiap-tiap masa bagaikan ladang garapan baru. Garaplah ladang itu layaknya petani menikmati setiap ayunan cangkulnya di bawah teriknya matahari, tanpa mengeluh. Layaknya nelayan yang menghadapi dengan gagah setiap hantaman ombak pada perahunya. Layaknya seniman yang menghayati setiap kata dari puisi yang dibacakannya.
Jatibarang, 30 Agustus 2014
Tulisaja
Menunggu
Menikmati teh tubruk sendiri
Di ujung magrib yang belum juga sepi
Segelas panasnya lumatkan manis bongkah gula
Tapi sayang belum boleh usai nikmati dahaga
Yang aku tunggu entah sudah sampai di mana
Saat aku mulai menulis, secuil kabarpun belum ada
Sungguh aku tidak berani mengira
Biarlah aku tunggu sampai takdir membawa
Isi gelas belum juga bisa dicerna
Uap panas kepulkan hawa pemikat rasa
Sungguh menggoda tapi harus aku tunda
Atau kerongkongan ini meleleh terkena lafa
Aku coba satu sruputan tipis
Setelah aku sodorkan tiga kali tiupan sebelumnya
Harum manisnya semakin memikat
Tidak terasa seperempat gelas pun tandas
Aku masih menunggu
Gelisah aku teruskan tulisan
Sekedar menjinakkan kecamuk prasangka
Tidak juga mau dipaksa lelah di mata
Wahai
Akhirnya dua cintaku tiba
Jatibarang, 29 Mei 2014
Tulisaja
Saat Aku Mencari
Aku seperti domba yang terpisah dari kumpulannya saat pulang
Aku tidak mengkhawatirkan terkaman serigala yang akan memusnahkanku
Yang aku takutkan adalah tidak bisanya aku bertemu lagi dengan tuanku
Seperti itu rasaku kini saat mencariMu
Aku bagai sebuah kata tunggal yang tersempal dari sebait puisi
Dari sebuah puisi panjang tentangMu
Yang tergeletak sendiri pada lembaran kertas putih
Aku memiliki arti tapi aku tidak berarti
Aku tidak akan resah kalaupun aku harus terhapus
Tapi aku akan menangis pilu bila aku tidak sempat lagi menjadi bagian dari puisi tentangMu
Aku laksana nelayan pada sampan tua di tengah laut
Yang belum juga menemukan malam-malam berbintang
Digulung badai siang dan malam
Badai yang tidak pernah berhenti memutar haluan
Sungguh, akupun tidak pernah takut badai itu akan menghempas menenggelamkanku
Asal masih Kau sempatkan aku memanggil namaMu
Akulah, sebatang jiwa sepi yang tengah kehilangan arah dalam mencariMu
Aku teronggok entah di bagian mana di tubuh berdosa ini
Tuhan, ampuni aku
Indramayu, 24 Mei 2014
Tulisaja
Isro Mi'roz
Seekor semut berjalan di tembok, kemudian merayap pada selembar baju yang tergantung pada kapstok. Saat dia merayap pada baju itu, pemilik baju itupun datang dan mengenakannya. Pemilik baju itu kemudian pergi ke Bogor. Jakarta - Bogor pergi pulang taruhlah 2 jam, dan semut itu masih ada di baju tersebut.
Setelah sampai kembali, semut itu bercerita kepada teman-temannya bahwa dia baru saja melakukan perjalanan Jakarta - Bogor pergi pulang. Tidak ada satupun teman-temannya yang percaya. Mana mungkin seekor semut bisa melakukan perjalanan Jakarta - Bogor pergi pulang hanya dalam waktu dua jam.
Ini ilustrasi tentang isro mi'roj dari Ustadz Zaenudin MZ. Penjelasan yang paling bisa aku terima untuk meluluhlantakkan logikaku untuk peristiwa agung itu.
Jatibarang, 23 Mei 2014
Tulisaja
Biadab
BIADAB
Saat seorang anak terkoyak paksa kehormatannya, semua orang tua meradang marah. Hanya sedikit kosa kata yang bisa ditemukan untuk menggambarkan si pelaku, dan yang populer adalah 'biadab'.
Saat seorang anak mati sia-sia di tangan kakak kelasnya hanya karena masalah sepele, semua orang tua berang, marah. Kata 'biadab' juga sering dipilih untuk ditempelkan pada pelaku.
Kenapa banyak anak-anak sekarang tidak memahami adab? Jangan dulu salahkan mereka. Saat kata 'biadab' terbersit di benak kita dan kita tempelkan pada si pelaku, jangan-jangan kita tengah memberi stempel layaknya dulu kita memberi cap 'anak haram' pada anak yang lahir di luar nikah.
Siapa yang perduli, saat kaum tua sekarang merampas habis masa anak-anak generasi kini. Siapa juga yang perduli kalau sebagian kaum tua lebih menganggap anak-anak sebagai aset bahkan "modal produksi" untuk masa depan ketimbang anugerah Tuhan, sebagai mahlukNya yang dititipkan. Eksploitasi kemampuan anak sejak dini, dengan dalih memberikan bekal pendidikan yang maksimal, memaksa anak hidup dalam jadwal padat ciptaan kaum tua tanpa memberikannya kesempatan untuk menikmati keceriaan masa anak-anaknya.
Memang sudah menjadi kewajiban kita sebagai orang tua untuk mamberikan bekal pendidikan untuk anak-anak kita, tapi memindahkan jutaan ambisi kita ke atas pundak mereka, anak-anak kita, dan memaksakan satu skenario bahwa hidup harus sukses secara materi kepada mereka bukanlah hal yang bijak pula.
Seringkali aku melihat anak-anak SD tergopoh-gopoh dipaksa oleh sistem pendidikan untuk membawa tas ransel berisi penuh buku-buku pelajaran. Setiap hari mereka membawa beban di pundaknya hampir seberat beban di ransel tentara yang sedang berlatih.
Kawan, mereka anak-anak kita. Janganlah kita tertular oleh kebengisan jaman untuk ikut menyiksa mereka dengan ambisi kita. Biarkan mereka tumbuhkembangkan ambisinya sendiri menurut persepsi mereka di setiap tingkatan usianya. Peran kita hanya memberi arahan agar mereka tidak menjadi mahluk berdosa.
*sebuah teguran untuk diri sendiri
Semarang, 13 Mei 2014
Tulisaja
Jam Dinding
Jam dinding di ruang tengah rumah saya memohon agar saya tidak melengserkannya. Tapi saya sudah sampai pada keputusan final, bahwa saya harus merongsokkannya. Pasalnya sudah dua kali dia membohongi saya berkaitan dengan ketepatannya menunjukkan waktu, dan mengakibatkan saya dua kali terlambat masuk kerja.
Bukan tanpa diberi kesempatan dia akan saya rongsokkan. Kesempatan pertama dia minta dibersihkan dari debu dan bangkai semut. Saya turuti. Tapi dia tetap tidak pas menunjukkan waktu. Terlambat berjam-jam dari waktu yang semestinya. Kemudian dia berdalih bahwa baterainyalah yang sudah lemah dan dia minta untuk diganti dengan baterai baru. Itu juga saya turuti segera setelah dia minta. Ternyata penggantian baterai tidak juga merubah kelakuannya.
Saya pikir, jam dinding ini sudah sekarat dan memang sudah saatnya untuk pensiun. Tapi kalau mendengar rengekkannya, saya jadi tidak tega untuk mengganti dengan yang lain. Dan kalau dipikirpun sebenarnya jam dinding itu hanya saya lihat saat akan berangkat kerja saja, selebihnya, dia hanyalah sebuah benda yang berjalan, berdetak dalam kepungan sepinya semata.
Akhirnya, keputusan yang sudah final itu harus saya ralat. Saya biarkan jam dinding itu membusuk dalam sepinya sendiri di paku cantolannya semula, dan sayapun melanjutkan kebiasaan lama, menyimpan barang yang sudah tidak berguna. Saya juga mesti membiasakan diri mengambil patokan waktu dari handphone saya.
Jatibarang, 11 Mei 2014
Tulisaja
Selilit
Sudah sejak tadi lidah ini sibuk meliuk-liuk. Ujungnya terus mencoba mencongkel bongkahan kacang yang terjebak di sela-sela gigi. Terus bergerak, tanpa lelah atau bosan. Bahkan semakin terasa sulit, memunculkan dorongan rasa penasaran yang semakin menggelembung.
Ah, ada lecet kini aku rasa di ujung lidahku. Tapi rasa penasaran mendorongnya untuk terus bergerak mencongkel-congkel, kadang dari sisi belakang gigi, sesekali dari sisi depan. Aku rasakan kacang itu semakin membesar, seolah-olah memberi harapan untuk segera terlepas.
Alhamdulillah, akhirnya selilit ini terlapas juga dari sela-sela gigiku. Aku lumat benda kecil itu dengan gigitan-gigitan geram dan kemudian aku telan.
Jatibarang, 27 April 2014
Tulisaja
Moderenisme
Moderenisme semestinya tidak melahirkan konsekwensi negatif untuk kehidupan manusia. Munculnya konsekwensi negatif dari moderenisme saat ini lebih karena jauh tertinggalnya perkembangan moderenisme pemikiran dibanding dengan perkembangan moderenisme terapan.
Kesalahkaprahan pemahaman moderenisme yang melulu berbicara tentang teknologi, menuntun kita pada arah yang salah untuk menuju moderenisme kehidupan. Setiap moderenisasi yang melahirkan konsekwensi negatif terhadap kehidupan manusia menandakan telah terjadinya kemunduran pada proses moderenisasi pemikiran.
Moderenisasi pemikiran akan memunculkan pandangan-pandangan, idea-idea bahkan dogma-dogma, postulat-postulat, teori-teori sampai hukum-hukum yang akan membimbing manusia ke arah kehidupan yang lebih baik. Hal ini akan menjadi lebih mudah bila kita sedari awal sudah berpegang secara mutlak pada hukum-hukumNya.
#belajarberpikir
Indramayu, 23 April 2014
Tulisaja
Curhat
"Bro, tugas ini udah ga ada tantangannya lagi buat gua", kata setan ke setan temen ngobrolnya.
"Ko bisa begitu bro?"
"Kalo dulu, susah banget ngegoda manusia untuk berbuat maksiat, nah sekarang, blom gua apa-apain, ntu manusia malah udah punya niat maksiat. Blom gua ajarin, malah pinteran dia ama gua ngejalaninnya. Jadi buat gua, tugas ini udah ga ada tantangannya", lanjutnya.
"Udah gitu, mamah Dedeh nyalahin gua mulu bro. Kalo ada manusia bikin maksiat, katanya kerna bujukan gua, ga shollat kerna bujukan gua, apa-apa kerna bujukan gua, padahal ga gua apa-apain ntu manusia. Lhaa emang manusianya aja yang udah gila maksiat, gua lah yang disalahin".
"Suwer bro, sebenernya diem-diem gua malah belajar ke manusia untuk masalah makasiat ha ha ha", tutupnya sambil tertawa ngakak.
Jatibarang, 19 April 2014
Tulisaja
Gantungan Dosa
Sering aku menggantungkan dosa pada orang lain. Saat aku melakukan sesuatu, dan ada yang tidak berkenan atas kelakuanku dan memang benar aku salah dan sudah mengusik ketentramannya, maka pada saat itulah aku tengah menggantungkan dosaku pada orang. Kalau orang tersebut ikhlas atas sikapku, maka lenyaplah dosa itu, tapi bila tidak, masuklah kesalahan itu kedalam buku catatan amalku sebagai dosa.
Membayangkan aneka warna lampion yang digantungkan di ranting-ranting pohon di sepanjang jalan taman, alangkah indahnya. Membayangkan dosa-dosa digantungkan pada ucapan "ya aku maafkan" di hati orang-orang, sangatlah menyedihkan.
Tuhan, anugerahkan watakku ini kearifan.
Ups, gantungan baju sudah habis terpakai dan semua cucian sudah siap dijemur.
Jatibarang, 17 April 2014
Tulisaja
Gelap
GELAP
Malam ini bulan terhimpit awan
Menyisakan gumpalan abu-abu di lautan hitam
Bagai sejumput kapas
Tercebur ke kuah masak cumi-cumi
Kawan
Ini bukan sebuah puisi
Jatibarang, 11 April 2014
Tulisaja
Kosong
Sudah sering aku lakukan ini
Menghapus dengan sadar setiap ambisi yang muncul
Berupaya untuk mengosongkan keinginan
Karena aku takut hati dikuasai
Juga sudah aku endapkan ribuan angan
Yang terkemas menawan dalam khayalan
Karena aku tahu racunnya melumpuhkan
Membusukkan nurani yang nyaris mati
Sudah cukup lama aku larungkan cita-cita duniaku
Di atas aliran sungai kehidupan
Biarlah dia yang membawanya ke muara
Karena aku yakini kemanapun dia membawa
Muara akan tetap sama
Ini kepasrahan?
Ini keputusasaan?
Mungkin
Yang pasti, ini jelas caraNya untuk menekuk kesombonganku
Ini lebih ke penerimaan
Penerimaan yang iklas atas segala kehendak
Penerimaan tanpa harus ada pertanyaan kenapa atas segala perlakuan
Penerimaan dengan kesadaran 'aku bukan siapa-siapa dari kebesaran semesta
Di pelataran sepiku
Aku ingin Engkau hadir ya Robb
Indramayu, 11 April 2014
Tulisaja
Berapa
Berapa banyak lagi kita punya waktu
Siapa juga yang tahu
Dua puluh empat jam sehari
Mungkin hanya perlu satu detik untuk menunggu
Berapa panjang kita punya masa
Setiap datangnya tidak juga sama
Menunggu peluang untuk berganti rupa
Membuang masa lalu yang semakin tua
Wahai
Berapa besar kita punya cinta
Rasa yang mesti kita persembahkan
Kepada penguasa semesta
Serahkan sebelum waktunya tiba
Atau malah kita tidak pernah punya
Jatibarang, 10 April 2014
Tulisaja
Menulis
Tulisan, apapun bentuknya, bisa menggambarkan kepribadian dan daya pikir seseorang. Dari penggunaan bahasa, cara penulisan, sampai ke isi tulisan, termasuk original tidaknya idea, semua bisa menggambarkan seseorang.
Menurut saya hal itu benar. Tapi saya tidak melihatnya sebagai 'tulisan menggambarkan saya' tapi 'saya menulis untuk memperbaiki diri saya'. Kalau orang menjadi ragu untuk menulis karena khawatir akan terbacanya kepribadian dan daya fikirnya, saya lebih ingin mencoba menulis justru untuk membenahi kepribadian dan daya pikir saya.
Kawan, jangan ragu untuk menulis, apapun itu. Dengan menulis memaksa kita untuk membaca, baik dari bahan bacaan yang tercetak maupun yang tidak tercetak, atau tersirat dari yang terjadi di semesta. Karena tidak mungkin mengisi air ke dalam cangkir dari poci yang kosong.
Mohon ijin mengutip tulisan Pramoedya Ananta Toer :
"Ilmu pengetahuan, Tuan-tuan, betapa pun tingginya, dia tidak berpribadi. Sehebat-hebatnya mesin, dibikin oleh sehebat-hebat manusia dia pun tidak berpribadi. Tetapi sesederhana-sederhana cerita yang ditulis, dia mewakili pribadi individu atau malahan bisa juga bangsanya" (Von Kollewijn, 32).
Jatibarang, 7 April 2014
Tulisaja
Tong Sampah
TONG SAMPAH
Tong sampah
Walau begitu banyak jenis sampah yang masuk
Begitu kotornya segala yang terbuang dijejalkan
Sebagaimanapun busuknya bau menyengat berhamburan dari hawa lembabnya
Semua tidak pernah merubahnya menjadi sampah
Jatibarang, 2 April 2014
Tulisaja
Air
AIR
Air
Mengalir tenang, flamboyan, pada permukaan datar
Bergerak untuk mencari keseimbangan barunya
Setelah keseimbagannya tercapai, dia diam
Dia tidak pernah memaksakan diri untuk terus bergerak setelahnya
Selalu seperti itu dari dulu
Air
Mengalir deras di permukaan curam
Menabrak perkasa apapun yang menghadang
Meliuk-liuk lincah ke kiri ke kanan
Mengikuti alur nasibnya yang sudah digariskan
Mengalir, meluncur penuh penerimaan
Air
Adalah air
Tetap tunduk atas
takdirnya saat mengalir
Tidak ada daya sedikitpun terhadap sunatullah
Dimana dia harus tunduk terhadap hukum grafitasi
Kecuali pada pipa kapiler
yang bisa dia jadikan rambatannya naik
Bukan untuk menentang
Justru dia tengah tunduk pada kehendak
Indramayu, 2 April 2014
Tulisaja
Pembandingan
Seringkali ketidakbahagiaan muncul karena bersikukuhnya hati untuk selalu membandingkan diri dengan keadaan orang lain atau keadaan diri sendiri dalam angan, sementara dia tidak siap mentolelir selisih negatif yang muncul.
Sebenarnya pembadingan itu tidak mempengaruhi apapun selama hati tidak merespons apapun. Respons positif, akan memompa motivasi yang berujung pada pengembangan diri, sementara respons negatif, meradangkan kedengkian yang mendidihkan sakit hati.
Pramoedya Ananta Toer menulis "Berbahagialah dia yang tak tahu sesuatu. Pengetahuan,
perbandingan, membuat orang tahu tempatnya sendiri, dan
tempat orang lain, gelisah dalam alam perbandingan". ( 203, Minke).
Gelisah dalam alam perbandingan, seyogyanya tidak muncul bila kita bisa selalu memberikan respons positif saat terjadi pembandingan. Bila kita belum mampu untuk itu, selayaknya kita tidak pernah membenturkan diri dengan suatu pembanding.
Indramayu, 1 April 2014
Tulisaja
Kebaikan
Seorang bapak bertanya kepada anaknya yang baru beranjak dewasa. "Anakku, sanggupkah kau selalu berbuat kebaikan di sepanjang hidupmu?"
Anaknya merenung sejenak kemudian dengan ragu-ragu menggeleng-gelengkan kepalanya.
Sang bapak masih menatap mata anak itu, kemudian melanjutkan "bagaimana kalau dalam satu tahun penuh kau selalu berbuat kebaikan, sanggupkah kau?"
Anak itu kembali merenung dan berkata "aku masih ragu ayah".
"Bagaimana kalau sepanjang satu bulan penuh, apakah kau sanggup?"
Anak tadi menjawab, "aku masih belum yakin aku bisa ayah".
"Ok, bagaimana kalau sepanjang satu hari?"
"Sepertinya aku sanggup, tapi aku juga belum yakin"
"Bagaimana kalau sepanjang satu jam, apakah kau yakin bisa?"
"Ayah, satu jampun aku belum yakin seratus persen"
"Bagaimana kalau sepanjang satu menit atau satu detik?"
"Kalau satu menit aku yakin bisa, apalagi satu detik"
"Kalau begitu, lakukanlah kebaikan di setiap menit hidupmu anakku" kata bapak tadi menutup percakapan.
'sebuah saduran'
Indramayu, 30 Maret 2014
Tulisaja
Etika
Menjadikan program-program kabinet menjadi jargon kampanye partai dan mengisyaratkannya bahwa program itu adalah program partai, saya melihatnya ada suatu pengabaian etika dalam berkabinet maupun berkampanye dengan santun.
Tapi saya ragu, jangan-jangan saya yang salah melontarkan penilaian mengingat kampanye ini dilakukan oleh partai yang sangat menjunjung tinggi etika dan kesantunan dalam berpolitik. Jadi tidak mungkin, sepertinya, mereka mengabaikan etika saat membuat materi kampanye.
Ah, kenapa juga saya peduli? Toh apapun materi kampanye dari apapun partainya, saya sudah punya pilihan sendiri untuk (maaf, saya tidak teruskan kalimat ini karena ada ancaman dua tahun)
Indramayu, 28 Maret 2014
Tulisaja
Sebuah Nasehat
SEBUAH NASEHAT
Anakku, sungguh, nasehat ini hanya untukmu. Ya, benar, hanya untukmu.
Anakku
Kau tidak pernah tahu bagaimana takdirmu di masa depan. Tapi apapun takdir untukmu, pastikan itu kau hampiri dengan cara yang paling indah dan elegant.
Pastikan itu adalah sebuah masa penjemputan yang penuh dengan perjuangan. Yang setiap detik jarak mendekat, adalah isi yang penuh makna, penuh arti dan doa.
Suatu perjuangan utuh yang mengantarkanmu pada sebuah pencapaian puncak. Pencapaian yang sudah tidak lagi memperdulikan kau berhasil atau gagal. Pencapaian yang tidak mementingkan lagi kau menjadi pemenang atau pecundang. Pencapaian yang sudah tidak kau pikirkan lagi hasilnya, karena yang kau rasa hanya kepuasan perjuangan semata.
Jadi, anakku, teruslah berjuang untuk hidupmu dengan total. Supaya takdir yang kau temui nanti menyambutmu dengan bentangan tangan lebar dan senyum termanisnya, karena kau sudah menghampirinya dengan keringat, darah dan air mata.
Indramayu, 24 Maret 2014
Tulisaja
Koreksi Kehidupan
KOREKSI KEHIDUPAN
Kalau anda punya kesempatan untuk memperbaiki kehidupan anda, pada moment mana dalam kehidupan anda yang akan anda perbaiki?
Pertanyaan ini beberapa kali saya jumpai pada beberapa kesempatan training di tempat saya bekerja, dari beberapa orang motivator yang diundang untuk menyampaikan materi.
Sebenarnya saya tidak suka dengan pertanyaan ini. Saya tidak pernah suka dengan pertanyaan yang diawali kata kalau, andai, dan sejenisnya.
Mungkin kawan punya jawaban atas pertanyaan itu. Apapun jawabannya, itu hak kawan untuk berpendapat.
Untuk pertanyaan ini saya selalu menuliskan jawaban "dari setiap detil kehidupan yang sudah saya lalui, sama sekali tidak ada yang perlu diperbaiki, karena apa yang sudah terjadi adalah yang terindah dan terbaik untuk saya alami".
Ah, tahu apa kita tentang kehidupan ini.
Indramayu, 23 Maret 2014
Tulisaja
Teman Lama
Lho, kenapa ndak kasih kabar dulu kalo mau dateng. Kan mestinya bisa bbm dulu, atau sms aja kalo sudah ndak punya kuota, ndak masalah. Nomorku masih yang dulu kok, masih aktif.
Jujur saja nih ya, sebenarnya aku lupa nama, tapi aku inget sekali wajah sampean, wong wajah sampean itu khas lho, ha ha ha ha.
Biar aku ingat-ingat dulu, sampean jangan kasih tahu aku dulu siapa sampean. Memang begini aku dari dulu, selalu punya masalah dalam mengingat nama.
Sebentar aku ingat-ingat dulu. Ti... ti... ti... aduh siapa ya, ada ti ti nya kan? Ah kok aku jadi tambah ndak ingat sama sekali ya. Semakin aku ingat-ingat, semakin gelap ha ha ha.
Tapi ndak mungkin aku ndak bisa nginget sampean. Lha wong kita dulu kan lama sama- sama ya. Waktu kita sama-sama di .... ah aku lupa juga nama tempat itu, ha ha ha.
Yo wis, aku nyerah. Maklum, ingatan ini sudah terlalu lelah rupanya. Aduh aku jadi ndak enak nih sama sampean. Jadi nama sampean siapa ya? Maaf, kurang keras, yang aku dengar kok cuma tian tian gitu. Nah begitu baru jelas. Ya ya, aku ingat sekarang. Kalau tidak sampean kasih tahu barusan, sepertinya aku ndak akan pernah ingat lagi kalau nama sampean itu Kematian.
Jatibarang, 20 Maret 2014
Tulisaja
Bunuh Diri
Seorang teman memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Dia ingin bunuh diri. "Aku sudah tidak tahan lagi hidup di dunia ini. Dunia seakan mengucilkanku. Terus mempermainkan aku dari jaraknya. Kalaupun aku teruskan hidup, hanya akan menyisakan penderitaan yang tidak pernah berhenti" keluhnya.
Sudah puluhan jurus nasehat aku keluarkan, berharap dia mengurungkan keinginannya untuk bunuh diri. Beberapa dalil yang aku tahu juga aku sampaikan. Tapi dia tetap pada pendiriannya.
Akhirnya aku pun tidak bisa lagi memberi dia nasehat karena sepertinya akan percuma saja. "Okay, kalo lo mau bunuh diri, terserah. Gua udah coba ngingetin lo. Bunuh diri itu dosa besar. Lo udah sengsara hidup di dunia, masa lo mau hidup sengsara juga di akhirat. Apa lo mau kaya gitu?" tanyaku.
"Ya engga mau lah" jawabnya tangkas.
"Nah kalo gitu, lo buang tuh keinginan untuk bunuh diri" pintaku.
"Engga bisa, gua udah ga tahan" jawabnya bersikukuh.
"Jadi?"
Sambil menatap tajam mataku, dia berkata "pokoknya yang terpenting saat ini , gua terbebas dari kesengsaraan di dunia ini. Kalau pun di akherat nanti gua sengsara lagi, engga masalah. Itu gampang, gua bunuh diri lagi aja, beres kan?"
"Et dah, agamanya apa ne bocah? Sepertinya memang tidak akan ada nasihat yang berguna untuknya" pikirku mengiringi terbelalakku yang panjang.
Indramayu, 18 Maret 2014
Tulisaja
Pemilihan
Bewok tengah menimbang-nimbang, siapa kira-kira yang akan dia pilih di pemilihan ketua RW nanti.
Memilih bapak Jabrig, dia tidak tega pada masyarakat karena dia tahu persis siapa orang itu. Mantan preman yang sudah pensiun penampilannya, sementara jiwanya semakin menggila.
Calon lain, ibu Bersih. Seorang ibu yang lurus pendiriannya tapi memiliki karakter yang kurang kuat, sehingga agak sulit membedakan antara bersikap lurus dan naif. Memilih ibu ini pun dia tidak tega karena sama saja membiarkan pemerintahan tingkat RW ini dipegang oleh orang yang lemah, kurang berkarakter yang akhirnya membiarkan RW tempatnya tinggal seolah tidak ada yang mengurus, dan ini sangat berbahaya, pikirnya.
Lainnya, bapak Erwe, pejabat RW yang sekarang. "Ah apa yang bisa diharapkan dari bapak Erwe, wong di periode ini saja sudah dianggap gagal", pikirnya.
"Saya tidak bisa memilih satu di antara mereka karena tidak ada yang tepat" fikirnya. Akhirnya Bewok mengumpulkan beberapa tokoh masyarakat dari lingkungan RW, di rumahnya di satu malam minggu. Setelah diawali dengan makan malam yang lumayan mewah, akhirnya Bewok sampaikan unek-uneknya tentang calon RW yang ada. Dia sampaikan semua penilaiannya dengan detil dan para tokoh masyarakat tadi hanya senyum dan mengangguk-angguk. "Tapi tidak mungkin juga kalau saya tidak ikut memilih karena saya punya hak pilih dan harus disalurkan, bukankah begitu bapak-bapak?" Bewok menutup pembicaraannya.
Pembicaraan, yang lebih bersifat penyampaian keluhan, berakhir sekitar jam sebelas malam. Saat para tokoh berpamitan pada tuan rumah, Bewok menyelipkan amplop seorang satu amplop di jabat tangannya. Setelah sejam berlalu, saat asyik menonton siaran sepak bola di TV, Bewok menerima sms dari salah seorang tokoh masyarakat tadi. Sms berisi pesan "kami sudah sepakat untuk mendukung penuh bapak untuk mencalonkan diri sebagai ketua RW, dan akan kami kawal sepenuhnya sampai waktunya pemilihan"
Bewok pun menyeringai "akhirnya aku punya calon yang tepat untuk dipilih di pemilihan ketua RW nanti".
Indramayu, 16 Maret 2014
Tulisaja