SADAR
Ibu
Aku faham kenapa ibu begitu marahnya ketika aku pulang sesudah aku mandi di sungai di kampung sebelah.
Pasti karena ibu sayang dan sangat mencemaskanku.
Bodohnya aku yang masih berkelit dengan berbohong bahwa aku tidak mandi di sungai itu.
Justru karena bohongku ibu marah.
Ibu, maafkan nakalku.
Ibu
Aku mengerti kenapa ibu jengkel padaku setiap ibu tahu nilai-nilai ulanganku.
Pasti juga karena ibu sayang dan khawatir akan masa depanku.
Ditambah laporan guru bahwa aku tidak pernah mengerjakan pe er.
Muka ibu memerah sambil menyentil telingaku.
Ibu, maafkan bodohku.
Ibu
Aku tahu kenapa ibu tidak sempat perhatikan aku.
Pasti karena ibu sibuk setiap waktu.
Pagi-pagi ibu harus meracik semua bahan dagangan.
Sampai petang baru bisa ibu istirahat sebentar.
Belum hilang lelah, ibu harus sudah berangkat jajakan dagangan jamu gendong.
Selepas keliling berdagang, lelah sudah tidak lagi menyisakan tenaga kecuali nafas tersengal.
Semua tentu untuk makan kami, aku dan kakak adikku.
Ibu, maafkan malasku.
Ibu
Aku tahu ibu sangat sedih saat aku tidak pernah lagi masuk sekolah dan lebih banyak hidup di keramaian terminal kota.
Ibu hanya diam karena, aku juga tahu, ibu tidak bisa lagi melarangku, sama seperti saat ibu pertama melihat aku mulai merokok dulu saat masa kanak-kanak belum juga aku lewati.
Ibu
Maafkan aku yang baru bisa fahami semua itu kini, setelah ibu pergi.
Maafkan aku yang baru bisa mengerti semua itu hari ini, setelah aku terpuruk di sini, disudut busukku.
Maafkan aku, anak ibu, si pecundang sejati.
Dan yang aku tahu kini, waktu tidak mungkin dapat diputar ulang untuk menukar semua hidupku.
Ibu
Maaf
Jatibarang, 6 Juni 2014
Tulisaja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar