Entri Populer

Jumat, 05 Desember 2014

Terpaksa

TERPAKSA

Di toko tempat saya bekerja sering kali diadakan lomba untuk tingkat anak-anak. Dari lomba mewarnai gambar, top model cilik sampai lomba adzan. Tujuannya untuk meningkatkan kunjungan konsumen. Jelas ini strategi jitu untuk meningkatkan omzet penjualan.

Tapi saya tidak ingin membicarakan hal itu. Saya lebih suka membicarakan anak-anak yang mengikuti lomba itu sendiri. Dari cara dan ekspresi mereka mengikuti lomba dan dari semangat ibu-ibu yang mengantar mereka, terlihat mana anak yang benar-benar ingin mengikuti lomba atas keinginannya sendiri, mana anak yang sekedar ikut karena taman-temannya ikut dan mana anak yang terpaksa ikut karena menuruti keinginan ibunya.

Kadang muncul samacam rasa tidak tega saat memperhatikan anak yang mengikuti lomba dengan terpaksa. Tidak bisa saya bayangkan pergolakan batin mereka atas paksaan mengikuti lomba. Bahkan ada yang sampai menangis tidak ingin ikut lomba, tetap dipaksa ikut oleh ibunya.

Hampir semua anak-anak yang terpaksa mengikuti lomba dari banyak lomba yang diadakan, tidak ada yang menjadi juara. Alih-alih menjadi juara, ambisi orang tua yang dipaksakan dan tidak diimbangi minat dan kemampuan anak bisa menjadi pengalaman buruk yang memunculkan rasa frustasi dan trauma pada anak. Frustasi dan trauma atas pengalaman buruk pada anak yang tidak sempat dinetralkan atau ternetralkan, punya potensi menghambat perkembangan mental yang bisa berakibat buruk untuk masa depan anak.

Kadang saya bertanya dalam hati, "kenapa tidak ibunya saja yang mengikuti lomba?"

Indramayu, 17 Juni 2014

Tulisaja

Tidak ada komentar:

Posting Komentar