TUHAN SANGAT SAYANG
Saat merasakan dompet di dalam tasnya ada yang menarik keluar dan saat menoleh ke arah tas di samping tubuhnya, membuat ibu muda itu tahu bahwa yang terbersit di pikirannya benar-benar tengah terjadi. Secara refleks ibu muda itupun berteriak sekeras-kerasnya, "copeeeeet, tolong dompet saya dicopeeet".
Menyadari telah diketahui korbannya, pemuda tanggung itu segera mengurungkan aksinya dengan panik dan langsung melarikan diri di bawah siraman tatapan mata yang, karena teriakan ibu muda tadi, kini serentak tertuju padanya. Sebagian laki-laki langsung mengejar sambil meneriakinya copet. Pemuda tadi semakin panik dan terus berlari tanpa sempat memperhatikan keadaan sekelilingnya. Saat berbelok untuk menyeberangi jalan, tiba-tiba sebuah bus yang sedang melaju dengan kecepatan tinggi menyambarnya tanpa sempat mengurangi kecepatan. Prakkkk... dan pemuda itupun tewas seketika. Para pengejar serentak berhenti dan terkesiap menyaksikan tragedi itu. Beberapa detik menjadi sepi. Tubuh itu tergeletak di sisi jalan. Tertelungkup dengan kepala mengeluarkan darah yang mulai menggenang.
"Tolong anak itu, cepat!" teriak salah seorang dari pengejar tadi. Tapi tidak ada yang bergerak untuk menolong. Malangnya pemuda itu. Siapa pula yang bersedia untuk menolongnya. Alih-alih ingin menolong, malah ikut terlibat kasus nantinya, begitu mungkin pikir mereka. Tidak lama berselang, beberapa petugas kepolisianpun datang.
Rahmat nama pemuda itu. Baru saja siang tadi mendapat kabar dari adiknya, Surti, bahwa penyakit ibunya kambuh dan minta segera dibelikan obat yang sama seperti biasa, obat penghilang rasa sakit yang dia beli di warung. "Ibu harus dibawa ke dokter" pikirnya. Pemuda putus sekolah itupun bingung. Uang hasil mengamennya sejak pagi manalah cukup untuk membawa ibunya ke dokter. Dia tidak pernah tahu penyakit apa yang diidap oleh ibunya. Belum pernah ibunya pergi ke dokter untuk mengobati penyakitnya. Menurut omongan orang-orang, ibunya sakit karena kena santet akibat dari menolak cinta seseorang. Hanya itu yang dia tahu tentang penyakit ibunya. Dia tidak tahan membayangkan raut muka ibunya saat menahan rasa sakit. Saat penyakitnya kambuh, akan memunculkan rasa sakit yang tidak tertahankan di kepala, yang bisa membuat si ibu berkali-kali pingsan.
Rahmat lahir dari rahim kemiskinan dan dibesarkan oleh tangan-tangan kasih sayang penderitaan. Dia tidak pernah tahu kenapa dunia seolah memusuhinya. Dia hanya tahu bahwa hidup harus menerima takdir seperti yang selalu dikatakan ibunya. Rahmat, kalaulah dia sekolah saat ini, mungkin dia duduk di kelas delapan atau sembilan. Keadaan benar-benar tidak mengijinkan dia untuk meneruskan sekolah, bahkan sekedar untuk menyelesaikan pendidikan dasar. Sejak kepergian bapaknya beberapa hari setelah adiknya lahir, dia harus ikut membantu ibunya mencari nafkah. Saat itu dia baru duduk di kelas empat Sekolah Dasar. Kepergian yang tidak pernah bisa dia pahami penyebabnya selain bahwa malam itu ibu dan bapaknya bertengkar.
Rahmat sangat menyayangi ibu dan adiknya. Ketika Surti memberi kabar mengenai penyakit ibunya siang tadi, lantas saja Rahmat teringat pesan ibunya beberapa hari yang lalu.
"Mat, kau jaga adikmu baik-baik bila nanti ibu pergi. Ibu merasa sudah tidak kuat lagi menahan sakit ini", begitu pesan ibunya.
Rahmat tidak ingin kehilangan ibunya. Walau gambaran buruk tentang umur ibunya sudah terlanjur memenuhi rongga matanya, Rahmat tetap memikirkan bagaimana caranya dia bisa mendapatkan uang untuk membawa ibunya ke dokter dan membelikannya obat. Ternyata ketidakberdayaan yang dibakar rasa panik pada akhirnya menyembelih kesabarannya untuk terus bisa menerima perlakuan takdir. Kekalutan, dengan mesra menuntunnya untuk melakukan sesuatu yang menohok uluhati nuraninya.
"Tuhan, ijinkan aku mencuri satu kali ini saja. Aku perlu uang untuk membawa ibu ke dokter", batinnya memohon sesaat sebelum dia mencopet tadi. Dan ternyata Tuhan sangat menyayangi dia.
Jatibarang, 16 Mei 2014
Tulisaja
Blog ini dengan sadar dibuat untuk menampung muntahan isi kepala yang seringkali lumer dan meleleh berupa tulisan yang kadang jelas kadang samar, kadang cerah kadang suram, kadang riang kadang murung. Semoga masih bisa dinikmati. Tino
Entri Populer
-
DI DUNIA Prosesnya adalah : 1. Lahir 2. Balita 3. Anak-anak 4. Remaja 5. Dewasa 6. Tua 7. Mati Catatan : Mati ...
-
PONDOK GEDE Bangunan inilah yang menjadi asal-usul nama daerah Pondok Gede. Sebuah kecamatan di perbatasan Jakarta Timur dan Bekasi Barat. ...
-
KUACI Kasih Mungkin inilah cara terbaik kita menutup hari Biarkanlah hanya jari dan mulut kita yang menari mencari Habiskan sisa ...
-
NASI UDUK Nasi uduk berkawan karib dengan bawang goreng dan emping. Dari dulu begitu, ga pernah berubah. Ada kawan-kawan lain yang mengisi ...
-
KEROCO Namaku Keroco. Ini bukan nama samaran atau julukan, apalagi nama penaku. Sungguh ini nama asli pemberian orang tuaku yang tercantum ...
-
REALISTIS Sore ini Bewok pulang dengan membawa sebungkus amarah pada mukanya yang membara. Dia marah setengah gila usai mendengarkan sosial...
-
Gapura Pondok Gede Gapura ini adalah mulut jalan menuju bangunan besar itu, Pondok Gede. Jalannya menanjak berbatu. Di sisi kanan jalan, ad...
-
RELATIF Aku kaya juga miskin Aku pintar juga bodoh Aku baik juga buruk Aku bagus juga jelek Aku benar juga salah Aku ini juga itu Aku...
-
MAESAROH Akhirnya Bewok memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya. Pekerjaan yang sudah belasan tahun dia geluti, sebagai karyawan di sebua...
-
RUBIK Masih ingat dengan permainan ini? Mudah-mudahan masih ingat. Saat duduk di bangku SD, saya mencoba permainan ini, tidak pernah bisa,...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar