Entri Populer

Senin, 01 Desember 2014

Demokrasi

DEMOKRASI

Tidak pernah ada mufakat dari pengambilan keputusan secara vote. Yang tersisa dari vote adalah kemenangan dan kekalahan. Kemenangan dan kekalahan membutuhkan kedewasaan agar tidak menyisakan dendam. Demokrasi bangsa ini sudah terlalu lama terjebak pada budaya vote.

Para pendiri bangsa sudah mengajari untuk melakukan musyawarah dalam pengambilan keputusan. Musyawarah untuk mencapai mufakat menggambarkan kearifan berdemokrasi. Pernah, sekali lagi, pernah dikenal dengan Demokrasi Pancasila. Sementara vote lebih sebagai gambaran arogansi demokrasi.

Vote lahir dari keengganan untuk mencari kata sepakat. Bangsa ini bukan lagi sebagai bangsa yang bodoh. Tapi bangsa ini masih menjadi bangsa pemalas, bahkan sekedar bermusyawarah untuk mencari kata sepakat. Bangsa ini bukan lagi bangsa yang gemar berdiskusi. Seringkali diskusi berubah menjadi debat kusir yang tidak jarang ditutup dengan acara adu jotos, paling tidak adu caci maki.

Vote juga refleksi dari kesombongan. Tidak ada pihak yang mengakui keunggulan lawan dan masing-masing merasa lebih unggul dari yang lain atas pendapatnya. Tidak adanya pihak yang mengalah walau menyadari dirinya lebih banyak kekurangan.

Konyolnya, hasil vote banyak dipengaruhi oleh persepsi massa pemilih. Siapa yang berhasil mempengaruhi persepsi massa biasanya lebih terbuka peluang untuk menang walau keburukan bertumpuk di balik senyum sumringahnya.

Sebagai bangsa berbudi, bangsa yang santun sebaiknya kita kembali ke demokrasi Pancasila. Bagaimana? Apakah anda setuju? Atau anda tidak setuju? Ok, bagaimana kalau kita vote saja?

Indramayu, 7 Oktober 2014

Tulisaja

Tidak ada komentar:

Posting Komentar